Hal tersebut disampaikan Ketua PDSKJI Pusat dr Danardi Sosrosumihardjo SpKJ(K). Meski demikian, dr Danardi mengingatkan depresi sebagai penyebab bunuh diri tidak bisa berdiri sendiri. Apalagi faktor bunuh diri yang nekat dilakukan sesorang pun sangat kompleks.
"Depresi bisa 'menempel' di skizofrenia, gangguan bipolar, depresi mayor (unipolar) atau depresi akibat gangguan penyesuaian. Semua orang bisa depresi tapi tidak semuanya berujung pada keputusan bunuh diri. Maka dari itu, perlu kenali tiga tanda depresi," tutur dr Danardi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
dr Danardi mengatakan pada dasarnya ketika seseorang memutuskan untuk bunuh diri, ada rambu-rambu yang ia langgar misalnya rambu penghargaan diri atau agama. Untuk menilai kedaruratan depresi yang bisa berujung pada bunuh diri, menurut dr Danardi ada beberapa tahap.
Jika yang bersangkutan depresi dan ada niat untuk mengakhiri hidup, sudah masuk dalam tahap 1. Dikatakan tahap 2 jika pasien sudah tahu cara bunuh diri dan tahap 3 jika dia sudah tahu tahu kapan bunuh diri akan dilakukan.
Maka dari itu, perlu perhatian khusus dari masyarakat ketika ada seseorang yang memunculkan gejala depresi agar bisa dilakukan langkah supaya depresi yang dialami tak semakin parah. Sehigga upaya bunuh diri akibat depresi berat bisa diminimalisir. Minimal, dengan mengajak atau merujuk yang bersangkutan ke penyedia layanan kesehatan, depresi yang dialami bisa diatasi.
"Kami yang di klinik kan melayani pasien ketika mereka sudah datang. Yang berdekatan dengan pasien secara langsung kan masyarakat. Tetapi, tetap pelayanan kesehatan jiwa kami bergandengan dengan 7.000 psikolog, spesialis perawat jiwa, guru, pekerja sosial, ulama, tokoh masyarakat, dan pusat pendidikan," tutur dr Danardi.
(rdn/vit)











































