Fakta-fakta Seputar Sindrom Nefrotik Seperti yang Dialami Anak Wulan Guritno

Fakta-fakta Seputar Sindrom Nefrotik Seperti yang Dialami Anak Wulan Guritno

- detikHealth
Jumat, 09 Jan 2015 12:31 WIB
Fakta-fakta Seputar Sindrom Nefrotik Seperti yang Dialami Anak Wulan Guritno
Jakarta - Jeremiah Alric Dimitri, anak dari aktris Wulan Guritno terkena penyakit sindrom nefrotik. Menurut Wulan, saat ini kondisi sang anak masih belum stabil. Beberapa bagian tubuh Jeremy bahkan bengkak, diduga karena kotoran di dalam tubuh tidak bisa dibuang secara sempurna.

Berikut ini aneka fakta seputar sindrom nefrotik yang ditulis detikHealth pada Jumat (9/1/2015):

1. Apa Itu Sindrom Nefrotik?

Foto: Ilustrasi/Thinkstock
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala dari gangguan fungsi ginjal. Biasanya dimulai dari proteinuria atau adanya protein dalam urine. Gangguan ini terjadi bila pembuluh darah kecil dalam ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak dapat melakukan fungsinya dengan baik, seperti menyaring limbah dan kelebihan air dari dalam darah.

Ini berarti jika seseorang mengalami sindrom nefrotik, biasanya kadar protein dalam urine dan kadar kolesterol menjadi tinggi. Sebaliknya, kadar protein dalam darah menjadi rendah.

"Biasanya proteinnya lebih dari 3,5 gram/24 jam. Lalu disertai juga dengan adanya peningkatan kadar kolesterol darah atau lipid (lemak). Dalam pemeriksaan laboratorium, biasanya dicek kolesterolnya ditambah dengan kadar albumin rendah, yaitu kurang dari 3,5 gram/dL," ujar spesialis penyakit dalam dari RSCM, Prof Dr dr Parlindungan Siregar, SpPD-KGH.

2. Gejala Sindrom Nefrotik

Foto: Ilustrasi/Thinkstock
Ketika sehat, pembuluh darah kecil dalam ginjal menjaga protein dari darah agar tidak merembes ke dalam air seni dan keluar dari tubuh. Ketika rusak, fungsi penyaringan tersebut tidak berlangsung secara efektif. Akibatnya protein dapat bocor keluar dari darah lalu menyebabkan pembengkakan, terutama di bagian kaki.

Wulan Guritno menyebut beberapa bagian tubuh anaknya memang mengalami pembengkakan, sebagai gejala sindrom nefrotik. "Ya kemarin pas kita tahu ya dia sempet bengkak ke mana-mana, mulai dari kelamin, badannya, ya mungkin kotoran nggak dibuang pada tempatnya, yang menjaga malah dibuang," ucap Wulan.

Gejala lainnya adalah urine yang berbusa. sindrom nefrotik membuat organ ginjal melepaskan protein ke dalam urine dalam jumlah yang sangat banyak. Akibatnya, kadar protein dalam urine menjadi abnormal dan menyebabkan urine menjadi berbusa.

Gejala lain yang perlu diperhatikan adalah peningkatan berat badan dalam waktu singkat. Gangguan pada proses penyaringan dalam ginjal ini menyebabkan tubuh menampung cairan lebih banyak dari biasanya. Hal ini secara tidak langsung dapat meningkatkan berat badan.

3. Penyebab Sindrom Nefrotik

Foto: Ilustrasi/Thinkstock
Menurut Prof Dr dr Parlindungan Siregar, SpPD-KGH, etiologi atau faktor penyebab dari sindrom nefrotik dibagi menjadi dua, yakni primer dan sekunder. Penyebab primer tidak jelas penyebabnya. Biasanya berupa faktor autoimun atau berkaitan dengan masalah pada sistem imunologi.

Untuk diketahui, imun tersusun atas antigen dan antibodi, oleh sebab itu umumnya reaksi yang dihasilkan pada kedua hal ini sepatutnya adalah perlindungan terhadap tubuh. Namun yang terjadi pada kasus autoimun justru sebaliknya, di mana antigen dan antibodi justru bereaksi untuk merusak organ tubuh. Dalam kasus sindrom nefrotik, reaksinya merusak ginjal.

Sedangkan penyebab sekunder bisa disebabkan oleh penyakit-penyakit lain misalnya malaria, lupus atau diabetes. Prof Parlindungan menegaskan ini bukan kondisi yang diturunkan atau penyakit bawaan lahir.

4. Pengobatan

Foto: Ilustrasi/Thinkstock
Pengobatan kondisi ini biasanya dilakukan dengan pemberian obat steroid untuk ginjal dan ditambah obat imunosupresan lainnya. Namun jika respons yang muncul kurang baik alias fungsi ginjal terus-menurun memburuk, pasien bisa saja sampai pada tahap di mana harus menjalani rutinitas cuci darah. Umumnya cuci darah akan dianjurkan jika sudah muncul penyakit ginjal kronis stadium V.

Sementara menurut dr Tunggul D Situmorang, SpPD,KGH, ahli ginjal dan Direktur RS PGI Cikini, untuk mengobati sindrom nefrotik, harus diatasi terlebih dahulu penyakit yang mendasari. Jika tidak diobati, penyakit ini dapat meningkatkan risiko infeksi dan pembekuan darah.

Menjaga pola makan menjadi lebih teratur juga disebut bisa membantu proses pengobatan sindrom nefrotik. Biasanya pasien disarankan untuk memilih menu asupan protein tanpa lemak. Selain itu perlu untuk mengurangi konsumsi lemak dan kolesterol berlebihan, yang biasa terdapat pada gorengan. Ini penting untuk membantu mengontrol kadar kolesterol dalam darah. Selain itu, kurangi juga asupan garam.
Halaman 2 dari 5
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala dari gangguan fungsi ginjal. Biasanya dimulai dari proteinuria atau adanya protein dalam urine. Gangguan ini terjadi bila pembuluh darah kecil dalam ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak dapat melakukan fungsinya dengan baik, seperti menyaring limbah dan kelebihan air dari dalam darah.

Ini berarti jika seseorang mengalami sindrom nefrotik, biasanya kadar protein dalam urine dan kadar kolesterol menjadi tinggi. Sebaliknya, kadar protein dalam darah menjadi rendah.

"Biasanya proteinnya lebih dari 3,5 gram/24 jam. Lalu disertai juga dengan adanya peningkatan kadar kolesterol darah atau lipid (lemak). Dalam pemeriksaan laboratorium, biasanya dicek kolesterolnya ditambah dengan kadar albumin rendah, yaitu kurang dari 3,5 gram/dL," ujar spesialis penyakit dalam dari RSCM, Prof Dr dr Parlindungan Siregar, SpPD-KGH.

Ketika sehat, pembuluh darah kecil dalam ginjal menjaga protein dari darah agar tidak merembes ke dalam air seni dan keluar dari tubuh. Ketika rusak, fungsi penyaringan tersebut tidak berlangsung secara efektif. Akibatnya protein dapat bocor keluar dari darah lalu menyebabkan pembengkakan, terutama di bagian kaki.

Wulan Guritno menyebut beberapa bagian tubuh anaknya memang mengalami pembengkakan, sebagai gejala sindrom nefrotik. "Ya kemarin pas kita tahu ya dia sempet bengkak ke mana-mana, mulai dari kelamin, badannya, ya mungkin kotoran nggak dibuang pada tempatnya, yang menjaga malah dibuang," ucap Wulan.

Gejala lainnya adalah urine yang berbusa. sindrom nefrotik membuat organ ginjal melepaskan protein ke dalam urine dalam jumlah yang sangat banyak. Akibatnya, kadar protein dalam urine menjadi abnormal dan menyebabkan urine menjadi berbusa.

Gejala lain yang perlu diperhatikan adalah peningkatan berat badan dalam waktu singkat. Gangguan pada proses penyaringan dalam ginjal ini menyebabkan tubuh menampung cairan lebih banyak dari biasanya. Hal ini secara tidak langsung dapat meningkatkan berat badan.

Menurut Prof Dr dr Parlindungan Siregar, SpPD-KGH, etiologi atau faktor penyebab dari sindrom nefrotik dibagi menjadi dua, yakni primer dan sekunder. Penyebab primer tidak jelas penyebabnya. Biasanya berupa faktor autoimun atau berkaitan dengan masalah pada sistem imunologi.

Untuk diketahui, imun tersusun atas antigen dan antibodi, oleh sebab itu umumnya reaksi yang dihasilkan pada kedua hal ini sepatutnya adalah perlindungan terhadap tubuh. Namun yang terjadi pada kasus autoimun justru sebaliknya, di mana antigen dan antibodi justru bereaksi untuk merusak organ tubuh. Dalam kasus sindrom nefrotik, reaksinya merusak ginjal.

Sedangkan penyebab sekunder bisa disebabkan oleh penyakit-penyakit lain misalnya malaria, lupus atau diabetes. Prof Parlindungan menegaskan ini bukan kondisi yang diturunkan atau penyakit bawaan lahir.

Pengobatan kondisi ini biasanya dilakukan dengan pemberian obat steroid untuk ginjal dan ditambah obat imunosupresan lainnya. Namun jika respons yang muncul kurang baik alias fungsi ginjal terus-menurun memburuk, pasien bisa saja sampai pada tahap di mana harus menjalani rutinitas cuci darah. Umumnya cuci darah akan dianjurkan jika sudah muncul penyakit ginjal kronis stadium V.

Sementara menurut dr Tunggul D Situmorang, SpPD,KGH, ahli ginjal dan Direktur RS PGI Cikini, untuk mengobati sindrom nefrotik, harus diatasi terlebih dahulu penyakit yang mendasari. Jika tidak diobati, penyakit ini dapat meningkatkan risiko infeksi dan pembekuan darah.

Menjaga pola makan menjadi lebih teratur juga disebut bisa membantu proses pengobatan sindrom nefrotik. Biasanya pasien disarankan untuk memilih menu asupan protein tanpa lemak. Selain itu perlu untuk mengurangi konsumsi lemak dan kolesterol berlebihan, yang biasa terdapat pada gorengan. Ini penting untuk membantu mengontrol kadar kolesterol dalam darah. Selain itu, kurangi juga asupan garam.

(vit/up)

Berita Terkait