Ketika Sebuah Pelukan Mampu Selamatkan ODHA dari Stigma dan Diskriminasi

Ketika Sebuah Pelukan Mampu Selamatkan ODHA dari Stigma dan Diskriminasi

- detikHealth
Senin, 06 Apr 2015 15:32 WIB
Ketika Sebuah Pelukan Mampu Selamatkan ODHA dari Stigma dan Diskriminasi
Foto: Ilustrasi/Thinkstock
Jakarta -

Stigma dan diskriminasi masih kerap dirasakan oleh Orang dengan HIV-AIDS (ODHA). ODHA seringkali dijauhi karena masih banyak informasi yang salah kaprah terkait HIV-AIDS.

Devi Fitriana, Pelaksana Humas Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mengatakan bahwa masih ada yang menganggap HIV-AIDS sebagai penyakit kutukan akibat hubungan seks sesama jenis. Faktanya, HIV-AIDS kini tak hanya terjadi pada populasi kunci (pekerja seks, lelaki seks lelaki dan pengguna narkoba suntik) saja, tetapi juga masyarakat umum.

"Anggapan soal penyakit kutukan muncul karena pada periode awal, tahun 1980-1990, HIV-AIDS hanya ditemukan pada populasi kunci. Tapi sekarang faktanya ibu rumah tangga menjadi kelompok pengidap paling tinggi," tutur Devi, ditemui Wisma PKBI, Jl Hang Jebat III, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (6/5/2015).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Ribuan Ibu Positif HIV-AIDS, Penyuluhan ke Ibu Rumah Tangga Jadi Fokus PKBI

Salah satu stigma dan diskriminasi yang paling sering dirasakan ODHA adalah di‎jauhi karena takut tertular HIV. Padahal, HIV hanya bisa menular dari hubungan seksual, penggunaan jarum suntik secara bergantian atau transfusi darah.

Untuk menghilangkan stigma ini, PKBI bekerjasama dengan Limaplus Komunika akan mengadakan acara penyuluhan soal HIV-AIDS. Acara dengan judul Hugging Run ini akan dilaksanakan sebagai bentuk peringatan Hari Keluarga Nasional yang jatuh pada 29 Juni 2015 mendatang.

Lola Lamanda, ‎Business Development Manager Limaplus Komunika mengatakan Hugging Run mengambil tema satu pelukan untuk menyelamatkan satu ODHA. Acara yang dikemas dengan olahraga ini akan mengajak masyarakat untuk tidak lagi takut atau jijik kepada ODHA karena HIV tak akan menular melalui pelukan.

"Jadi nanti larinya 5 kilometer, tiap 1 kilometer itu peserta akan diminta untuk memeluk humanoid atau humanicon sebagai simbol karena tidak akan mengeksploitasi teman-teman ODHA. Pelukan ini sebagai simbol mereka tidak melakukan stigma dan menerima mereka sebagai keluarga," tuturnya ditemui di kesempatan yang sama.

Lola menambahkan bahwa stigma masyarakat soal ODHA harus diubah jika ingin program penanganan HIV-AIDS dapat berjalan baik. Tujuannya, agar masyarakat mendapat informasi yang benar soal ODHA dan tak takut lagi melakukan tes HIV.

Baca juga: Penulis Ini Sebut AIDS Pertama Kali Muncul di Hutan Kamerun

"Image-nya ODHA itu kan kurus, penyakitan, berasal dari golongan kurang mampu. Padahal banyak juga ODHA yang pengobatannya sukses bisa memiliki keluarga normal, beraktivitas biasa, ya kayak kita-kita gini," tambahnya.

Acara ini akan diselenggarakan secara serempak di tiga kota, yakni Jakarta, Bandung dan Denpasar. Rencananya acara ini akan dilangsungkan selama dua hari berturut-turut pada 30-31 Mei 2015‎.

"Target peserta larinya itu satu kota 3.000 orang, jadi totalnya 9.000 orang. Nggak cuma lari, nanti juga ada talkshow, bazaar, games, dan pertandingan futsal antara ODHA dengan masyarakat umum dan ODHA dengan artis. Tujuannya supaya tidak ada lagi diskriminasi terhadap ODHA,"‎ pungkasnya.

(rsm/vit)

Berita Terkait