Puskesmas Kasihan I, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul menyadari bahwa angka gizi buruk di wilayah kerja mereka merupakan yang tertinggi di Bantul, meskipun letaknya tak begitu jauh dari pusat kota.
"(Tahun) 2009 kami menemukan balita dengan gizi buruknya mencapai 21 anak," ungkap Kepala Puskesmas Kasihan I, dr Bambang Sulistriyanto saat ditemui, Kamis (21/5/2015).
Ia dan timnya pun menginisiasi Gerakan Orang Tua Asuh Lokal (GOAL). Kegiatannya didasarkan pada pemberdayaan masyarakat, di antaranya para tokoh masyarakat dengan kondisi finansial di atas rata-rata diminta memberikan subsidi rutin setiap bulan.
"Bagi yang tidak mampu, maka dalam setiap pertemuan di dusun, RT, atau desa ada sodaqoh gizi buruk dan koin gizi semampunya. Ada juga TKIT Alhamdulillah punyanya Cak Nun, yang diperuntukkan bagi anak-anak dengan gizi buruk dan gratis," paparnya.
Tiap bulan, tim dari Puskesmas Kasihan I juga dibantu dr Soeroyo Machfud, SpA, MPH dari Fakultas Kedokteran UGM-RSUP Dr Sardjito yang memberikan pendampingan gizi buruk secara gratis kepada anak-anak.
"Setelah empat tahun, angka balita dengan gizi buruk di wilayah kami tinggal 4 saja," ungkap dr Bambang.
Baca juga: 1 Juta Anak Indonesia Mengalami Gizi Buruk
Namun gizi buruk bukanlah satu-satunya masalah di Kasihan. dr Bambang juga dihadapkan pada tingginya angka anak penderita anemia. Lewat sebuah riset yang timnya lakukan bersama Mercy Crop di tahun 2010 dengan mengambil sampel 150 anak, ia mendapati bahwa 50-55 persen anak di wilayah kerja Puskesmas Kasihan I terserang anemia.
"Penyebabnya bisa perilaku dan kurangnya pengetahuan orang tua. Jadi bapaknya lebih mementingkan beli rokok daripada susu anaknya, atau mereka tidak tahu kalau anemia itu dampaknya panjang, sehingga anak menjadi bodoh dan tidak berkembang. Tapi karena ekonomi juga ada," paparnya.
Untuk itu dr Bambang meluncurkan inovasi berupa SEPEKAN (Sekolah Peduli Kasus Anemia). Di sekolah, terutama sekolah dasar, anak yang mengalami anemia diberi satu tablet penambah zat besi tiap minggunya. Bahkan di tiap kelas, ada kader yang dilatih untuk memantau kepatuhan minum obat dari teman-temannya.
"Masyarakat kelompok peternak juga memberikan bantuan berupa susu segar untuk siswa yang anemia," lanjutnya.
Bahkan demi mengantisipasi terjadinya anemia di usia SD, siswa Taman Kanak-kanak (TK) di Kasihan juga digalakkan untuk mengikuti Diskoteka TK (Deteksi Dini, Intervensi, dan Stimulasi Komprehensif Tumbuh Kembang Anak TK), sehingga bila di sini anak sudah ketahuan memiliki risiko anemia, disertai gizi buruk dan stunting (pendek), tim dari puskesmas bisa langsung bergerak untuk mengatasinya.
dr Bambang mengaku sejak diberlakukannya program-program tersebut, penurunan angka anemia pada balita dan anak-anak di wilayahnya telah menurun hingga 18 persen, dan keberhasilan inovasinya telah diakui pemerintah setempat.
"Alhamdulillah sudah dua tahun, dan 23 TK sudah berkurang angka anemianya. Bahkan sampai ada yang dari luar Bantul meminta bantuan ke kami," pungkasnya.
Baca juga: Riset: Pola Asuh Ibu Indonesia Masih Mengarah pada Gizi Buruk dan Stunting
(Rahma Lilahi Sativa/Nurvita Indarini)











































