Bertahun-tahun para peneliti mencari obat yang bisa menyembuhkan kanker. Begitupun dengan penelitian terbaru yang diterbitkan dalam The New England Journal of Medicine. Hasilnya menunjukkan bahwa sebetulnya senjata terbesar yang bisa melumpuhkan jaringan kanker adalah sistem kekebalan tubuh si pasien sendiri. Penelitian ini memiliki 3 kelompok percobaan pengobatan kanker.
Beberapa peserta yang terlibat merupakan pasien melanoma yaitu jenis kanker kulit kronis yang dimulai dari kulit manusia dan bisa menyebar ke organ lain dalam tubuh. Pasien melanoma diberi kombinasi dua obat imunoterapi yaitu ipilimumab dan nivolumab. Setelah melewati beberapa rangkaian perawatan, peneliti melihat adanya penurunan yang signifikan pada ukuran kanker dan tumor. Hal ini, menurut para peneliti menunjukkan imunoterapi bisa segera menggantikan kemoterapi sebagai pengobatan standar untuk kanker.
Penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Memorial Sloan Kettering Cancer Center di New York ini melakukan percobaan double-blind. Sekitar 945 pasien yang belum pernah diobati sebelumnya dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama menerima ipilimumab saja, kelompok kedua menerima novilumab saja dan kelompok ketiga menerima keduanya.
Baca juga : Dikira Kurus demi Penampilan, Ternyata Gadis Ini Kena Kanker Mematikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 314 pasien yang menerima kombinasi ipilimumab dan novilumab mengalami penurunan yang signifikan dalam hal ukuran tumor dan stabilisasi tumor sebesar 57,6 persen selama hampir satu tahun. Dibandingkan dengan hanya 43,7 persen dari 316 pasien yang hanya menerima nivolumab dan 19 persen dari 315 pasien yang menerima ipilimumab.
Ipilimumab (Yervoy) dan nivolumab (Opdivo) sendiri sudah diakui oleh Food And Drug Administration sebagai antibodi monoklonal yang bisa memperbaiki kondisi kekebalan tubuh penderita kanker. "Ini adalah bukti nyata bahwa imunoterapi bisa digunakan sebagai perawatan pasien kanker melanoma," tutur Dr Jedd Wolchok, peneliti utama dalam studi ini, dikutip dari Sky News, Jumat (5/6/2015)
Profesor Roy Herbst, kepala onkologi medis di Yale Cancer Center menjelaskan ia percaya bahwa imunoterapi bisa menggantikan kemoterapi sebagai pengobatan kanker dalam lima tahun ke depan. Imunoterapi mengacu pada perawatan yang menggunakan sistem kekebalan tubuh sendiri untuk membantu melawan kanker. Ia menambahkan, virus pada kanker hampir mirip dengan HIV, selalu bisa bersembunyi dari sistem kekebalan tubuh yang menyerang.
"Imunoterapi dipercaya bisa melepaskan rem pada sistem kekebalan tubuh dan memblokir kemampuan kanker dalam menyerang tubuh," ucap Dr Alan Worslet dari Cancer Research UK. Namun pengobatan ini bukan tanpa risiko. Menggabungkan kedua obat dianggap bisa meningkatkan terjadinya efek samping yang merugikan. Sekitar 55 persen pasien yang diberi kombinasi obat mengalami efek samping seperti diare dan meningkatnya jumlah enzim pankreas dalam darah. Kondisi ini bisa memicu serangan jantung dan stroke. Pada sepertiga pasien kombinasi, efek samping yang terlihat ekstrem membuat mereka harus menghentikan pengobatan.
Baca juga : Suplemen untuk Hati Ini Diklaim Bisa Cegah dan Obati Kanker Prostat
(rdn/up)











































