Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, dra Maura Linda Sitanggang mengatakan belum ada standar internasional (ISO) yang menyebut berapa batas aman penggunaan klorin dalam produk pembalut. Namun Linda memastikan kadar klorin dalam temuan YLKI masih dalam batas aman lemah.
"Ambang batas untuk klorin itu tidak dicantumkan di persyaratan internasional juga termasuk ISO. Jadi itu (produk pembalut) memenuhi syarat dengan ambang batas lemah," tutur Linda, merujuk pada temuan kandungan klorin 5-55 ppm (part per million) dalam produk pembalut wanita.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Linda menjelaskan bahwa sebelum beredar di pasaran, produk pembalut terlebih dahulu harus melalui serangkain tes dan uji coba. Sebelum pendaftaran, produk tersebut di tes daya serap dan fluoresensinya.
Ketika sudah beredar pun sampling secara random masih dilakukan oleh Kemenkes. Sehingga jikapun ditemukan kandungan berbahaya dalam suatu produk, otomatis produk tersebut harus segera ditarik dari peredaran.
"Kalau klorin kan memang rangenya masih dalam ambang batas aman. Yang berbahaya itu dioksin. Beberapa kali memang pernah ditemukan namun sangat jarang sekali. Saya pun tidak hapal datanya," ungkap Linda lagi.
Baca juga: Di Amerika, Kandungan Klorin dalam Pembalut dan Pantyliner Diatur FDA
Terkait pernyataan YLKI soal pencamtuman komposisi dalam produk pembalut wanita, Linda menyiratkan hal tersebut tidak perlu dilakukan. Pembalut menurutnya bukan merupakan obat yang wajib mencamtumkan komposisi pembuatan.
"Kalau itu bukan obat, obat wajib dicantumkan komposisinya. Pembalut itu kan alat kesehatan, ibaratnya seperti baju yang dipakai. Kan tidak disebutkan komposisi bajunya itu kainnya berapa persen dan lain-lain," pungkasnya.
(mrs/up)











































