Kenaikan harga obat ini menurut Menkes Nila berpengaruh dari harga jual bahan baku obat. Seperti diketahui, sebagian besar bahan baku obat di Indonesia masih impor atau didatangkan dari luar negeri.
"Semalam saya lihat berita dolar sudah menembus Rp 13.500 ya. Jadi kita harus waspada ada kenaikan harga obat karena bahan bakunya impor, harga bahan bakunya naik. Jangan salah ya, harga obat belum naik, tapi kita harus waspada," tutur Menkes Nila, ditemui di Balai Kartini, Jl Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (5/8/2015).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Menkes Nila, lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika ini mirip dengan kejadian ketika krisis moneter tahun 1998. Ketika krisis moneter, lemahnya nilai tukar rupiah membuat harga jual obat menjadi mahal. Akibatnya, terjadi kelangkaan obat di pasaran.
"Kita tentunya tidak ingin kejadian krismon berulang. Dolar tinggi sehingga bahan baku obat mahal, perusahaan obat tidak bisa membuat obat akhirnya obat hilang dari pasaran," tambahnya lagi.
Untuk mencegahnya, Menkes Nila mengatakan akan melakukan beberapa langkah. Salah satunya adalah melakukan pertemuan dengan Kementerian Perdagangan. Pertemuan ini dilakukan untuk membicarakan langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan agar tingginya nilai tukar dolar terhadap rupiah tak membuat kelangkaan obat.
"Saya sudah melakukan pertemuan dengan Kementerian Perdagangan, juga Kementerian BUMN. Intinya kita tak ingin kejadian krismon terulang, dolar naik akibatnya obat hilang dari pasaran," pungkasnya.
Baca juga: Tak Hanya Mengobati, Dokter Juga Harus Bisa Mendidik Pasien Soal Obat
(mrs/vit)











































