5 Keluhan Warga Soal Polusi di Jakarta dan Solusinya

Polusi di Sekitar Kita

5 Keluhan Warga Soal Polusi di Jakarta dan Solusinya

Radian Nyi Sukmasari - detikHealth
Kamis, 27 Agu 2015 10:07 WIB
5 Keluhan Warga Soal Polusi di Jakarta dan Solusinya
Foto: Lerdsuwa via wikimedia (CC BY-SA 3.0)
Jakarta - Bagi warga Jakarta maupun kota besar lainnya, lalu lintas macet sudah menjadi bagian dari keseharian. Polusi yang dihasilkan dari kemacetan sudah tentu berdampak pada kesehatan.

"Polusi di Jakarta udah banyak banget, di mana-mana, dan parah lah. Paling sering sih dampaknya gangguan napas ya," kata Arga (25), seorang pengguna angkutan umum saat ditemui di Halte Busway Dukuh Atas 2, Jakarta Selatan.

Kebetulan, Arga memang berprofesi sebagai dokter sehingga tak heran jika ia punya perhatian terhadap dampak polusi bagi kesehatan. Namun Arga bukan satu-satunya. Pengamatan detikHealth di jalanan ibukota mengungkap berbagai macam keluhan, hingga kekhawatiran akan dampak polusi bagi organ-organ tubuh seperti jantung dan paru-paru.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dirangkum pada Kamis (27/8/2015), berikut ini hasil pengamatan detikHealth baru-baru ini.

1. Sesak napas 'dikentutin' angkot

Foto: Adhi Wicaksono
BPLH (Badan Pengelola Lingkungan Hidup) DKI Jakarta menyebut 80 persen polusi udara berasal dari sumber bergerak, yakni kendaraan bermotor. Dari berbagai jenis kendaraan bermotor, angkot alias angkutan kota paling banyak dikeluhkan warga.

"Pengalaman ya? Simpel, lagi asyik-asyik jalan di sepanjang Jalan Sudirman karena daerah rumah saya ngelewatin daerah situ, 'dikentutin' sama Metromini. Asapnya luar 'binasa'. Udahnya batuk-batuk saya," kata Lisa (26), ditemui saat menaiki Kopaja 602 Ragunan-Monas.

Bagi yang punya masalah pernapasan seperti asma, polusi asap kendaraan bermotor dalam jangka pendek bisa memicu sesak napas. Sedangkan dalam jangka panjang, partikel debu yang berukuran kecil alias ultrafine particles bahkan bisa masuk ke pembuluh darah dan memicu gangguan jantung.

2. Mata merah, badan bau asap

Foto: Rengga Sancaya
Selain berdampak pada pernapasan, polusi udara di jalanan juga berdampak pada organ lain. Iritasi pada mata yang ditandai dengan mata merah, serta badan maupun pakaian yang bau asap paling banyak dikeluhkan oleh warga yang sempat ditemui detikHealth.

"Nggak jarang mesti melipir dulu ngeredain bersin-bersin dan mata perih. Kadang walaupun udah pakai kaca mata super gede, tetep aja mata perih kena polutan," kata Nida (24), seorang karyawan saat ditemui di Halte Busway Dukuh Atas 1.

Nida mengaku punya alergi dan memang sensitif terhadap bahan kimia tertentu, sehingga sulit menoleransi dampak polusi. Toleransinya sangat ditentukan oleh daya tahan tubuh masing-masing individu. Bahkan, sebagian warga mampu beradaptasi dengan kondisi ini.

"So far, dampaknya tuh badan bau asap. Ya memang sih, dampak ini udah saya antisipasi banget karena emang saya kan lama di jalanan," kata Ita (23), seorang mahasiswa yang juga pengguna Transjakarta.

3. Debu di mana-mana

Foto: Rachman Haryanto
Proyek pembangunan infrastruktur di sejumlah titik tidak hanya memperparah polusi karena macet yang ditimbulkannya. Proyeknya sendiri menghasilkan debu yang beterbangan di udara, masuk ke pernapasan dan mengotori paru-paru.

"Paling bete-nya kalau lagi pembangunan atau perbaikan jalan, udah bikin macet terus debunya banyak banget dan kita udah pakai masker pun perasaan masih tembus," kata Septi (17), seorang pelajar yang sedang menunggu angkutan umum di halte busway Dukuh Atas 1, Jakarta Selatan.

4. Diperparah polusi suara

Foto: Rachman Haryanto
Jika sebagian besar warga Jakarta mengeluhkan dampak polusi di jalan raya terhadap sistem pernapasan, maka sebagian lainnya juga mengeluhkan dampak terhadap pendengaran. Masuk akal, sebab di samping polusi udara juga ada polusi suara dari kebisingan klakson dan knalpot.

"Bawa kendaraan nggak ada etika, pakai klakson terus-terusan. Kebetulan saya dari Solo, kalau di sana itu taksi atau mobil-mobil nggak boleh sembarangan ngelakson kayak di Jakarta yang bikin polusi suara makin parah," keluh Asti (25), seorang pengguna angkutan umum saat ditemui di Halte Busway Dukuh Atas 2.

5. Solusi?

Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro
Tidak sekedar mengeluh, warga Jakarta yang ditemui detikHealth juga menyampaikan berbagai ide untuk mengurangi dampak polusi udara. Paling banyak adalah mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralik ke angkutan umum.

"Diharapkan juga untuk pemerintah provinsi semakin ketat dalam hal perizinan bis umum yang sudah tua apalagi yang mengeluarkan banyak asap seperti Kopaja, Metromini," kata Risqi (34), pengguna Transjakarta.

Gagasan lainnya disampaikan oleh Arga. Menurutnya, penghijauan akan bisa mengimbangi dampak polusi udara. "Untuk mengurangi polusi kenapa kita nggak coba nanam biar udara lebih bersih dan pastinya kurangi merokok," katanya.

Sedangkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh, sebagain warga merasa perlu untuk mengonsumsi suplemen multivitamin. Sebagian lainnya, cukup dengan menjaga hidrasi atau keseimbangan cairan tubuh. "Kalau saya sih selalu bawa minum biar nggak batuk dan sesak napas, terus pakai masker," kata Asti.
Halaman 2 dari 6
BPLH (Badan Pengelola Lingkungan Hidup) DKI Jakarta menyebut 80 persen polusi udara berasal dari sumber bergerak, yakni kendaraan bermotor. Dari berbagai jenis kendaraan bermotor, angkot alias angkutan kota paling banyak dikeluhkan warga.

"Pengalaman ya? Simpel, lagi asyik-asyik jalan di sepanjang Jalan Sudirman karena daerah rumah saya ngelewatin daerah situ, 'dikentutin' sama Metromini. Asapnya luar 'binasa'. Udahnya batuk-batuk saya," kata Lisa (26), ditemui saat menaiki Kopaja 602 Ragunan-Monas.

Bagi yang punya masalah pernapasan seperti asma, polusi asap kendaraan bermotor dalam jangka pendek bisa memicu sesak napas. Sedangkan dalam jangka panjang, partikel debu yang berukuran kecil alias ultrafine particles bahkan bisa masuk ke pembuluh darah dan memicu gangguan jantung.

Selain berdampak pada pernapasan, polusi udara di jalanan juga berdampak pada organ lain. Iritasi pada mata yang ditandai dengan mata merah, serta badan maupun pakaian yang bau asap paling banyak dikeluhkan oleh warga yang sempat ditemui detikHealth.

"Nggak jarang mesti melipir dulu ngeredain bersin-bersin dan mata perih. Kadang walaupun udah pakai kaca mata super gede, tetep aja mata perih kena polutan," kata Nida (24), seorang karyawan saat ditemui di Halte Busway Dukuh Atas 1.

Nida mengaku punya alergi dan memang sensitif terhadap bahan kimia tertentu, sehingga sulit menoleransi dampak polusi. Toleransinya sangat ditentukan oleh daya tahan tubuh masing-masing individu. Bahkan, sebagian warga mampu beradaptasi dengan kondisi ini.

"So far, dampaknya tuh badan bau asap. Ya memang sih, dampak ini udah saya antisipasi banget karena emang saya kan lama di jalanan," kata Ita (23), seorang mahasiswa yang juga pengguna Transjakarta.

Proyek pembangunan infrastruktur di sejumlah titik tidak hanya memperparah polusi karena macet yang ditimbulkannya. Proyeknya sendiri menghasilkan debu yang beterbangan di udara, masuk ke pernapasan dan mengotori paru-paru.

"Paling bete-nya kalau lagi pembangunan atau perbaikan jalan, udah bikin macet terus debunya banyak banget dan kita udah pakai masker pun perasaan masih tembus," kata Septi (17), seorang pelajar yang sedang menunggu angkutan umum di halte busway Dukuh Atas 1, Jakarta Selatan.

Jika sebagian besar warga Jakarta mengeluhkan dampak polusi di jalan raya terhadap sistem pernapasan, maka sebagian lainnya juga mengeluhkan dampak terhadap pendengaran. Masuk akal, sebab di samping polusi udara juga ada polusi suara dari kebisingan klakson dan knalpot.

"Bawa kendaraan nggak ada etika, pakai klakson terus-terusan. Kebetulan saya dari Solo, kalau di sana itu taksi atau mobil-mobil nggak boleh sembarangan ngelakson kayak di Jakarta yang bikin polusi suara makin parah," keluh Asti (25), seorang pengguna angkutan umum saat ditemui di Halte Busway Dukuh Atas 2.

Tidak sekedar mengeluh, warga Jakarta yang ditemui detikHealth juga menyampaikan berbagai ide untuk mengurangi dampak polusi udara. Paling banyak adalah mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralik ke angkutan umum.

"Diharapkan juga untuk pemerintah provinsi semakin ketat dalam hal perizinan bis umum yang sudah tua apalagi yang mengeluarkan banyak asap seperti Kopaja, Metromini," kata Risqi (34), pengguna Transjakarta.

Gagasan lainnya disampaikan oleh Arga. Menurutnya, penghijauan akan bisa mengimbangi dampak polusi udara. "Untuk mengurangi polusi kenapa kita nggak coba nanam biar udara lebih bersih dan pastinya kurangi merokok," katanya.

Sedangkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh, sebagain warga merasa perlu untuk mengonsumsi suplemen multivitamin. Sebagian lainnya, cukup dengan menjaga hidrasi atau keseimbangan cairan tubuh. "Kalau saya sih selalu bawa minum biar nggak batuk dan sesak napas, terus pakai masker," kata Asti.

(up/up)

Berita Terkait