"Bawahnya kandang babi, atasnya manusia," demikian Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) dr HM Subuh, MPH menggambarkan buruknya kondisi sanitasi Distrik Mbuwa, Jumat (27/11/2016).
Selain soal sanitasi, keterbatasan sarana kesehatan juga menjadi masalah di tempat ini. Puskesmas memang tersedia, namun diakui oleh Subuh memang kurang memadahi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum lagi soal akses transportasi dan telekomunikasi. Distrik yang berada di Lembah Baliyem ini hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki karena harus melewati rawa-rawa.
Baca juga: Kirim Tim ke Lokasi Kematian 32 Anak di Papua, Menkes Akui Beratnya Medan
"Dari Wamena 4-5 jam lewat darat, sampai Danau Habema. Ini titik terakhir ada komunikasi. Dari sini masih harus jalan kaki 6 jam. Itu untuk ukuran orang Papua, kalau tim kami mungkin butuh 8 jam," kata Subuh.
Kondisi geografis yang ekstrem seperti ini membuat program flying doctor atau dokter terbang yang digagas Kementerian Kesehatan sulit menjangkaunya. Kepala Dinas Kesehatan Papua, dr Aloysius Giyai, MKes saat ditemui beberapa waktu lalu di Biak Numfor, Papua, mengaku punya pendekatan lain untuk daerah pegunungan.
"Untuk wilayah pegunungan, kami punya sistem pelayanan kaki telanjang. Tim yang terdiri dari dokter dan tenaga kesehatan lain berjalan kaki ke lokasi yang tidak bisa dijangkau dengan pesawat maupun perahu," kata dr Aloysius.
Baca juga: Soal Kematian Misterius 32 Anak di Kab Nduga, Ini Penjelasan Dinkes Papua (up/vit)











































