Pakar biologi dari Natural History Museum, Dr Ivan Norscia dan Dr Elisabetta Palagi mengumpulkan data tahun 2010-2015 terhadap kebiasaan menguap pada masyarakat. Mereka mencatat bahwa ada perbedaan frekuensi penularan menguap pada pria dan wanita.
"Kami menemukan bahwa penularan pada menguap ini secara signifikan lebih banyak terjadi pada wanita, dibandingkan pria," tutur Norscia, seperti dikutip dari Medical Daily, Jumat (5/2/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bekerjasama dengan mahasiswa doktoral primata Elisa Demuru, peneliti menjelaskan bahwa simpanse dan bonobo juga lebih mungkin untuk menularkan menguap pada sesama anggota kelompoknya, dibandingkan pada mereka yang asing. Kondisi ini diduga juga berlaku pada manusia.
Studi lainnya yang meneliti pengaruh jenis kelamin terhadap empati juga menemukan bahwa wanita lebih sensitif dibandingkan pria secara emosi. Ini menyebabkan wanita lebih mungkin untuk meniru, termasuk untuk menguap. Selain itu, mereka juga menemukan bahwa penularan pada menguap lebih sering terjadi pada lingkungan yang dekat. Misalnya antara sahabat atau anggota keluarga.
"Kami menduga penularan pada menguap lebih mungkin untuk terjadi antara seseorang yang memang sudah akrab. Misalnya dengan pasangan, teman, dan keluarga. Kondisi ini jarang terjadi pada mereka yang baru kenal atau orang asing. Memiliki sifat empati lebih besar, wanita menjadi lebih rentan terhadap berbagai bentuk penularan emosi dari sahabat dan orang-orang terdekat, termasuk jika mereka menguap," imbuh Norscia.
Baca juga: Ini Alasannya Mengapa Menguap 'Menular' ke Orang Lain
(ajg/vit)











































