dr Erni Juwita Nelwan, SpPD-KTPI, Finasim dari Divisi Tropik dan Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS Cipto Mangunkusumo, mengatakan hubungan antara Zika dan mikrosefali masih berdasarkan bukti lapangan, belum berdasarkan penelitian. Sehingga, belum bisa dikatakan mikrosefali terjadi akibat adanya infeksi virus Zika.
"Virus Zika ditemukan pada ibu hamil yang anaknya lahir mikrosefali. Tapi apakah pada anak yang lahir normal tidak ada virus Zikanya? Belum tentu. Masih harus dilihat lebih jauh," tutur dr Erni usai simposium Zika dan Dengue di RSCM, Jl Pangeran Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (18/2/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dijelaskan dr Erni, pembentukan otak dan organ tubuh sudah dimulai sejak embrio berusia 6 minggu. Sehingga, kecil kemungkinan ibu hamil yang terinfeksi zika di trimester akhir kehamilan memiliki risiko anak lahir dengan mikrosefali.
Terlebih, virus memiliki daya tahan yang lemah dalam darah. Dikatakan dr Erni, virus hanya mampu bertahan dalam tubuh selama 7 hari. Sehingga patut dipertanyakan kapan ibu hamil terinfeksi Zika sebelum mengatakan Zika menyebabkan mikrosefali.
"Tapi kalau masalah virus bisa berdiam di cairan semen, cairan vagina dan masuk ke bayi melalui plasenta memang benar berdasarkan bukti di lapangan," paparnya.
Masalahnya bukti-bukti penelitian soal Zika masih sedikit. Yang bisa dilakukan masyarakat saat ini adalah mengikuti anjuran pemerintah soal travel advisory dan mencegah tergigit nyamuk penular virus.
"Sementara penelitian dilakukan, masyarakat sebaiknya tetap melakukan pemberantasan sarang nyamuk. Selain itu ibu hamil trimester pertama kalau nggak perlu-perlu amat hindari pergi ke daerah-daerah yang ada wabah Zikanya," tutupnya.
Baca juga: Butuh Dana Rp 754 Miliar untuk Atasi Zika (mrs/vit)











































