Salah satunya adalah para peneliti dari Utah State University, AS. Bekerjasama dengan BioCryst Pharmaceuticals Inc, mereka mencoba meneliti obat antivirus yang bisa digunakan untuk menghambat perkembangan virus Zika.
Studi praklinis ini kemudian diujicoba pada beberapa ekor tikus. Obat yang diberi nama BCX443 ini dibandingkan dengan plasebo dan antiviral oral yang disebut ribavarin, untuk dilihat efeknya pada tikus yang terkena virus Zika. Ternyata, beberapa tikus menunjukkan peningkatan imun dan kelangsungan hidup yang lebih baik dengan BCX443.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekitar 7 dari 8 tikus yang menerima dosis standar BCX443 ini kualitas hidupnya jauh lebih baik dan mereka berhasil bertahan hidup. Sementara tikus-tikus lain yang menerima dosis rendah plasebo atau ribavirin tidak dapat bertahan hidup setelah 28 hari, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (8/3/2016).
Meskipun tahapan penelitian selanjutnya masih jauh, namun peneliti optimistis obat antivirus untuk Zika bisa terus dikembangkan untuk bisa dimanfaatkan orang banyak. Penelitian yang dilakukan di bawah program berkelanjutan National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID), sebagai bagian dari National Institutes of Health ini pun akan terus dilanjutkan.
Studi virus Zika oleh berbagai peneliti dunia mulai banyak menghasilkan kesimpulan. Hasilnya hampir semua positif bahwa Zika memang menyebabkan berbagai kondisi mulai dari yang sering diduga seperti mikrosefali dan Guillain-Barre Syndrome (GBS) hingga ke kondisi lainnya seperti kalsifikasi otak, kerusakan plasenta, serta kematian janin.
Baca juga: Selain Mikrosefali, Virus Zika Juga Dikaitkan dengan 4 Penyakit Ini
(ajg/vit)











































