Dalam studi terbaru yang dipublikasi oleh HRW, ketika anak Indonesia bekerja di ladang tembakau mereka dilaporkan terpapar dalam lingkungan kerja berbahaya seperti mengangkat beban terlalu berat, panas ekstrem, menggunakan alat tajam serta pestisida, dan khususnya keracunan nikotin. Akibatnya kesehatan dan perkembangan anak pun jadi terganggu.
"Setengah anak yang kami wawancarai menunjukkan gejala seperti mual, muntah, sakit kepala, dan pusing-pusing. Gejala tersebut konsisten dengan gejala keracunan nikotin akut yang bisa mereka serap dari kulit ketika berhubungan fisik langsung dengan tembakau," kata pemimpin studi Margaret Wurth ketika ditemui di Galeri Cemara, Jakarta, Rabu (25/5/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
HRW melakukan survei pada 227 orang dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat yang 132 di antaranya adalah anak-anak berusia 8 sampai 17 tahun. Dari situ diketahui kebanyakan anak mulai terlibat membantu keluarga di ladang tembakau sejak usia 12 tahun.
International Labour Organization (ILO) memperkirakan bahwa ada 1,5 juta anak Indonesia yang bekerja dibidang agrikultur. Tapi berapa yang terlibat di pertanian tembakau tak ada angka pasti.
Belum ada penelitian yang melihat dampak jangka panjang dari paparan nikotin pada anak yang bekerja di ladang tembakau. Namun menurut Margaret anak yang keracunan nikotin bisa jadi akan kewalahan dengan sekolahnya karena kerap izin sakit.
HRW menyarankan agar pemerintah dan perusahaan rokok memberikan perhatian lebih untuk hal ini. Pemerintah bisa dengan memberikan regulasi dan edukasi agar keluarga menjaga anaknya dari tembakau sementara perusahaan rokok benar-benar memastikan bahwa bahan baku tembakau yang dibeli berasal dari ladang yang tak mempekerjakan anak.
"Perusahan tembakau saat ini meraup keuntungan dari tenaga dan kesehatan pekerja anak Indonesia," kata Margaret.
Baca juga: Asap Rokok Tetap Berdampak pada Janin Meski Ibu Hanya Perokok Pasif (fds/vit)











































