Lorenzo's Oil: Perjuangan Mencari Obat untuk Penyakit Langka

Cinemathoscope

Lorenzo's Oil: Perjuangan Mencari Obat untuk Penyakit Langka

Rahma Lillahi Sativa - detikHealth
Kamis, 09 Feb 2017 09:12 WIB
Lorenzos Oil: Perjuangan Mencari Obat untuk Penyakit Langka
Jakarta - Lorenzo Odone adalah bocah yang cerdas. Lorenzo kecil sudah mahir berbahasa Swahili meski hanya sempat tinggal di Kepulauan Komoro, Afrika Timur selama tiga tahun. Namun tiba-tiba sang ayah dipanggil untuk kembali bertugas di Washington.

Baru tiga bulan kembali ke Washington, terjadi perubahan yang tak biasa pada bocah brilian ini. Berawal dari laporan sang wali kelas yang mengatakan ada yang perilaku berbeda Lorenzo.

Suatu hari, wali kelas Lorenzo menemui ibunya. Ia bertanya apakah si kecil ada masalah karena hari itu ia melempar cat ke penjuru ruangan dan menghancurkan lukisan anak-anak lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sang ayah, Augusto juga terkejut ketika ia mendengar suara teriakan dari dalam rumah sepulang kerja. Begitu masuk, ia melihat istrinya, Michaela tengah memegangi Lorenzo yang mengamuk. Hal ini sungguh di luar kebiasaan.
Lorenzo's Oil: Perjuangan Mencari Obat untuk Penyakit LangkaFoto: YouTube

Sempat muncul dugaan jika anak ini mengalami hiperaktif. Namun karena inteligensia Lorenzo di atas rata-rata, antara lain terbukti dengan menguasai tiga bahasa, Augusto tak begitu saja mempercayainya.

Hingga kemudian hari Natal tiba dan Lorenzo ditemukan terjatuh dari sepeda saat bermain bersama sepupu-sepupunya. Ia juga terjatuh saat mencoba menghias pohon Natal.

Dari sini orang tuanya mulai curiga lalu membawanya menjalani serangkaian tes, seperti EEG, penyinaran tengkorak dengan X-ray dan CT scan, akan tetapi semua hasilnya menyatakan otak Lorenzo normal-normal saja.

Gejala lain muncul saat Lorenzo tiba-tiba mengeraskan suara musik di hadapannya, padahal sang ibu yang berada di dapur merasa terganggu. Dari hasil pemeriksaan, ada masalah dalam sistem pendengaran Lorenzo, di mana telinganya dapat mendengar tetapi tidak dengan otaknya.

Dengan kata lain, sumber utama hal-hal tak lazim yang terjadi pada Lorenzo adalah di otaknya. Apa yang sebenarnya terjadi?
Lorenzo's Oil: Perjuangan Mencari Obat untuk Penyakit LangkaFoto: YouTube

1. Diagnosis yang mengejutkan

Foto: YouTube
Ingin menguak misteri di balik kondisi Lorenzo, Augusto dan Michaela membawa Lorenzo ke Washington's Children Hospital untuk menjalani serangkaian tes. Mulai dari tes pendengaran, penglihatan hingga scan MRI.

Beberapa hari kemudian, hasil diagnosis Lorenzo keluar. Ia dinyatakan mengidap sebuah penyakit yang cukup langka, namanya Adrenoleukodystrophy atau lebih dikenal dengan ALD. Sederhananya, mutasi genetik memicu gangguan metabolisme yang menyebebkan penurunan fungsi otak dari waktu ke waktu.

Ironisnya, ALD umumnya hanya terjadi pada anak laki-laki berusia antara 5-10 tahun. Perkembangan penyakitnya juga berjalan sangat cepat, dan biasanya berakibat pada kematian, rata-rata dua tahun pasca diagnosis.

Untuk meyakinkan Augusto dan Michaela, dokter menjelaskan bahwa di tubuh Lorenzo juga terlihat gejala yang definitif, yaitu tingginya kadar lemak dalam darah yang abnormal. Lemak yang diaksud adalah long-chain saturated fats.

Jadi, pada anak ALD, enzim yang seharusnya memetabolisme lemak ini mengalami kerusakan, sehingga menumpuk di sel-sel saraf otak. Setelah itu, ALD akan mengikis myelin atau semacam selubung pada saraf. Sel saraf tidak dapat meneruskan impuls bila tidak memiliki myelin, sehingga bila myelin hilang, hal ini akan mengakibatkan degenerasi otak dan tubuh kehilangan fungsinya.

Lebih menyedihkan lagi karena belum ada pengobatan untuk ALD. Saat itu, pada tahun 1980-an, penyakit ini baru saja teridentifikasi. Dengan berjalan gontai, mereka menghampiri Lorenzo yang menunggu di luar ruang dokter lalu mengajaknya pulang.

Augusto kemudian mencoba mencari literatur tentang ALD di perpustakaan hingga larut malam. Ia menemukan sejumlah gejala yang umumnya terlihat pada anak dengan ALD. Meski Lorenzo belum sampai pada tahap itu, Augusto sudah dibuat shock oleh penemuannya sendiri.

Dalam literatur juga disebutkan, anak ALD akan memulai gejalanya dengan hiperaktif, munculnya agresivitas, dan enggan bicara. Lantas dari waktu ke waktu, gejala ini akan memburuk, diikuti dengan hilangnya penglihatan dan kemampuan berjalan, tuli dan postur tubuh yang berubah. Semuanya berlangsung hanya dalam kurun 1-2 bulan saja.

Lama-lama mereka akan mengalami demensia, kelumpuhan, kejang, koma dan berakhir pada kematian. Mengetahui hal ini, Augusto sempat histeris, tetapi dari situ ia termotivasi untuk menemukan solusi bagi putranya itu.

2. Harapan dari pengaturan pola makan

Foto: YouTube
Harapan datang ketika dokter mengatakan ada seorang pakar yang memiliki spesialisasi pada anak-anak ALD. Namanya Gus Nikolais, profesor ilmu saraf dari Institute of Childhood Diseases. Menurut sang dokter, Gus sedang menyusun protokol pola makan khusus untuk anak ALD.

Tanpa menunggu lama, Augusto dan Michaela langsung menemui Gus. Keduanya kaget karena Lorenzo justru pantang mengonsumsi makanan sehat seperti selai kacang, daging, keju, buah berikut kulitnya, bayam dan minyak zaitun.

Gus menjelaskan, ini karena kesemua makanan itu mengandung long-chain saturated fats yang sangat panjang. Bila dihindari, diharapkan akan mencegah penumpukan lemak di saraf otaknya, untuk setidaknya memperlambat perkembangan penyakitnya. Augusto dan Michaela lantas sepakat untuk mengikutkan Lorenzo pada percobaan Gus.

Setelahnya, Gus berniat menjadwalkan Augusto, Michaela, dan keluarganya untuk menjalani konseling genetik. Michaela terkejut karena ia mengira kondisi Lorenzo disebabkan oleh kombinasi gen antara dirinya dan Augusto, seperti halnya penyakit langka pada anak lainnya.

Bagai petir di siang bolong, Michaela terkejut bukan main mendengar penjelasan Gus yang menyatakan bahwa ALD hanya diturunkan lewat garis keluarga ibu. Seorang ibu tidak akan mewarisi kondisi ini, karena mereka hanya carrier dari gennya sedangkan yang terkena pastilah anak laki-laki.

Di sinilah Michaela mulai tertekan karena ia menjadi penyebab utama kondisi Lorenzo meski Gus sudah membesarkan hatinya karena kondisi semacam ini bersifat acak, tak ubahnya menang lotere.

Enam pekan berjalan, Augusto terkejut membaca hasil tes putranya. Meski telah menghindari berbagai makanan yang menjadi pantangan Lorenzo, jumlah asam lemak C24 dan C26 dalam darah sang buah hati justru bertambah tinggi. Namun ia diminta menunggu hingga percobaannya selesai, yaitu enam bulan lagi.

Tak sabaran, Augusto membawa Lorenzo ke Boston untuk mencoba terapi lain yang disebut immunosuppresion, tak ubahnya seperti kemoterapi sehingga berisiko tinggi. Selama sebulan terapi, Lorenzo telah kehilangan sebagian kemampuan berjalannya. Ia masih bisa bicara namun dengan suara lirih. Rambutnya pun nyaris habis.

Untungnya selama proses pengobatan Lorenzo berjalan, seluruh keluarga Augusto maupun Michaela memberikan dukungan yang luar biasa kepada mereka. Augusto juga dihubungi oleh Ellard Muscatine dari ALD Foundation, organisasi untuk orang tua dengan anak ALD yang memastikan bahwa Augusto tak berjuang sendirian.

Augusto dan Michaela akhirnya mengikuti pertemuan pertama mereka dengan orang tua anak dari anak dengan ALD lainnya. Dalam pertemuan itu mereka membahas tentang pola makan khusus untuk anak ALD. Mendengar hal itu, Michaela langsung berdiri dan mengatakan diet itu tak mempan diberikan kepada Lorenzo.

Dua orang anggota lainnya juga mengakui hal serupa. Sayangnya karena suara minoritas, interupsi dari mereka tidak begitu diperhatikan. Michaela pun kesal dan memutuskan tak mau datang lagi ke pertemuan itu.

Lorenzo's Oil: Perjuangan Mencari Obat untuk Penyakit LangkaFoto: YouTube


Augusto kemudian mengajak Michaela untuk belajar sendiri tentang ALD. Waktu mereka pun habis untuk membaca berbagai literatur studi yang berkaitan dengan ALD maupun metabolisme lemak, kaitannya dengan pola makan khusus untuk anak ALD, entah itu di rumah maupun di perpustakaan.

Hasilnya, lima bulan pasca diagnosis, Michaela nekat memutuskan untuk menghentikan diet dari Gus, dan memberi makan Lorenzo dengan makanan seperti biasa. Menurut mereka, apapun makanannya, Lorenzo tak punya enzim yang dibutuhkan untuk mencerna asam lemak yang memperburuk kondisinya.

Tanpa disengaja, beberapa waktu kemudian Michaela menemukan sebuah artikel tentang manipulasi long-chain saturated fats pada tikus. Dalam artikel yang ditulis seorang ahli biokimia Polandia itu disebutkan, ketika tikus-tikus ini tidak lagi diberi makan lemak, tubuh akan mengkompensasi keadaan itu dengan memproduksi lemak sendiri, bahkan secara berlebihan.

Dengan kata lain pemberian diet tertentu tidak akan ada artinya jika biosintesis lemak dalam tubuh tidak dihentikan atau diperlambat. Dalam studi itu juga disebutkan cara untuk membuat tubuh si tikus agar tak lagi memproduksi lemak, yaitu dengan menambahkan bahan makanan lain yang mengandung asam lemak berbeda sebagai kombinasi.

Harapan pun muncul untuk kesekian kali. Akan tetapi ketika gagasan itu diajukan kepada Gus, pria ini sempat ragu karena riset untuk ALD tak ada dananya. Namun bukan Augusto namanya jika tidak mempersiapkan plan B. Ia mengaku sudah menyiapkan anggaran agar Gus dapat menggelar simposium pertama untuk terapi ALD. Simposium itu dihadiri sejumlah ilmuwan dari berbagai negara, termasuk Prancis, Kanada dan Jepang.

Augusto semakin gembira mengetahui rekan-rekannya di World Bank bersemangat membantu, terutama dalam hal finansial. Bahkan istri-istri mereka juga ikut ambil bagian dengan membantu Michaela untuk menyiapkan segala keperluan logistik selama simposium berlangsung.

Dalam simposium, artikel yang pernah ditemukan Michaela pun dikemukakan oleh seorang ahli dari Jepang. Pakar lain pun menimpali dan mengaku menemukan kesuksesan yang sama pada babi. Ada juga yang mengaku telah berhasil mengujicobakannya pada sel manusia (cultured cells). Saat itu sang pakar mencoba menggunakan fibroblast (sel kulit) lalu diberi oleic acid (minyak zaitun murni).

Tantangannya, minyak zaitun murni berbahaya bila dikonsumsi oleh organisme. Kalaupun ada, bentuknya harus berupa trigliserida agar bisa dimakan dan tak ada perusahaan yang mau menghasilkan produk yang tak ada pasarnya. Meski demikian, Michaela tak mau menyerah. Ia menghubungi seluruh bagian riset dan pengembangan di pabrik-pabrik makanan yang tersebar di penjuru AS.

3. Penurunan kondisi Lorenzo

Foto: YouTube
Saat inilah kondisi Lorenzo sedang buruk-buruknya. Indikasi yang paling menonjol adalah refleks menelannya yang telah melemah. Mau tak mau Michaela atau perawat Lorenzo bergantian setiap waktu untuk membersihkan air liur bocah malang ini. Jika tidak, air liur yang menumpuk di mulutnya akan masuk ke saluran pernapasan dan memblokir saluran tersebut.

Di sisi lain, perjuangan Michaela akhirnya juga berbuah manis. Tak berapa lama, ia mendapatkan jawaban dari sebuah laboratorium di Cleveland yang mengaku memiliki oleic acid murni walaupun hanya sebotol. Oleh Augusto, sebotol oleic acid itu diperlihatkan kepada Gus. Kendati sempat tak yakin dengan pilihan Augusto, Gus tetap memberikan saran agar Augusto hanya menggunakan 30 miligram/hari. Bila lebih dari itu, ia sudah mewanti-wanti ini akan merusak hati Lorenzo.

Hasil tes menunjukkan terjadi penurunan level C24 dan C26 sebanyak 16 persen di dalam darah Lorenzo, tetapi Gus mengatakan itu masih terlalu dini. Kendati demikian Augusto dan Michaela setidaknya sudah bisa bernapas lega.

Namun kekhawatiran muncul kembali saat Lorenzo tiba-tiba mengeluarkan suara seolah-olah tercekik. Rupanya air liurnya 'tersangkut' di tenggorokan, padahal Michaela dan sang perawat sudah bergantian membersihkannya. Dokter mengaku tak tahu dan tak bisa berbuat apa-apa karena bagaimanapun itu adalah refleks.

Lorenzo's Oil: Perjuangan Mencari Obat untuk Penyakit LangkaFoto: YouTube


Tiga bulan mengonsumsi oleic acid, kemajuan pun semakin terlihat. Di bulan Januari 1985, hasil tes memperlihatkan penurunan C24 dan C26 sebanyak 50 persen, tetapi Gus lagi-lagi masih merasa ini terlalu dini. Benar saja, kondisi Lorenzo stagnan hingga tiga bulan berikutnya. Perawat Lorenzo malah diusir oleh Michaela hanya karena berpendapat jika si kecil baiknya dirawat di rumah sakit saja.

Tak hanya sang perawat. Deidre, adik Michaela yang membantunya mengurus Lorenzo selama ini juga ikut kena damprat. Padahal Deidre hanya prihatin melihat kakaknya yang tak mau makan dan tidur karena mengurus Lorenzo.

Dari sini Augusto meyakini bahwa upaya mereka hanya berhasil 'separuh jalan' karena pemahaman mereka juga baru sebagian. Augusto dan Michaela kemudian kembali berkelindan dengan buku. Bedanya Augusto yang menghabiskan waktu di perpustakaan, sedangkan Michaela lebih banyak di rumah menjaga Lorenzo sembari membaca buku. Augusto tak lagi peduli pada pekerjaannya, bahkan meski sebagian dari harta bendanya telah digadaikan.

Hingga setahun berselang, keduanya tak kunjung mendapat pencerahan lagi. Menariknya, Augusto mencoba membuat analogi sendiri dengan menggunakan klip-klip kertas yang disambung satu sama lain menjadi rantai. Untuk lemak jenuh (saturated fats), lemak yang harusnya tidak masuk ke tubuh Lorenzo, digambarkan dengan rantai klip yang disambung tak beraturan, sedangkan lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fats) yang dibutuhkannya digambarkan dengan rantai klip yang beraturan.

Siapa sangka, beberapa hari setelah ulang tahun Lorenzo, Augusto tertidur di perpustakaan dan bermimpi ditarik oleh klip-klip kertas raksasa itu. Dari situ Augusto paham bahwa keduanya dipengaruhi oleh enzim yang sama di dalam tubuh, jadi keduanya diproduksi dalam waktu yang bersamaan.

Sepemahaman Augusto, bila mereka bisa mengalihkan perhatian enzim tersebut agar terus membuat lemak tak jenuh tunggal saja, maka ini akan mencegah terbentuknya lemak jenuh. Inilah jawaban untuk ketidakberhasilan terapi pola makan Lorenzo dengan oleic acid sebelumnya, karena ia hanyalah lemak C18 yang pendek.

Untuk bisa mendapatkan manfaat yang diinginkan, mereka harus menambahkan monounsaturated C22 yang tak lain adalah erucic acid. Lagi-lagi hal ini diragukan oleh Gus. Sejauh ini manfaat erucic acid hanya terlihat dalam studi pada hewan saja. Asam itupun memicu dampak buruk pada jantung si tikus sehingga Gus tidak yakin apakah ini bisa diujicobakan kepada manusia.

Tanpa seijin Gus, lagi-lagi Augusto nekat menemui ilmuwan yang pernah memberinya oleic acid. Meski ia tak bisa membantu, namun ia menyanggupi ketika diminta mencarikan ilmuwan yang berkenan membuat erucic acid murni. Tujuh-belas bulan pasca diagnosis, doa Augusto dan Michaela terjawab. Seorang ilmuwan senior dari Inggris bersedia untuk menyiapkan cairan tersebut. Untuk membantunya mengurus Lorenzo, Michaela juga berhasil mendatangkan sahabat Lorenzo dari Kepulauan Komoros, Omouri.

Tepat pada bulan September 1986, sebotol erucic acid triglyceride tersedia dan diantarkan kepada keluarga Odone. Penuh sukacita, Augusto mencampurkan oleic dan erucic acid ke atas salad lalu diujicobakan pada Deidre. Michaela yang semula masih marah kepada sang adik tak bisa berbuat apa-apa ketika Deidre bersikeras, mengingat ia juga carrier.

Setelah dirasa tak ada efek samping pada Deidre, pola makan ini kemudian diberikan kepada sang kemenakan. Benar saja, 32 bulan setelah diagnosis, hasil analisis sampel darah Lorenzo menunjukkan level C24 dan C26-nya sudah kembali normal.

Dua bulan kemudian, Michaela tak sengaja mendengar suara mesin penyedot air liur Lorenzo berhenti berbunyi. Ia baru menyadarinya dan bergegas lari ke ruang tengah. Omouri mengatakan ia sengaja mematikannya karena Lorenzo tak begitu membutuhkannya lagi. Artinya kondisi pria muda ini membaik, dan perlahan Lorenzo mulai bisa menelan air liurnya sendiri.

4. Temukan cara untuk berkomunikasi

Foto: YouTube
Tak terasa Lorenzo telah beranjak remaja. Walaupun hanya terbaring lemah tak berdaya, Lorenzo tak lagi bergantung pada mesin di sekitarnya. Suatu ketika, Michaela sedang membacakan cerita untuk Lorenzo. Tak tahunya anak kesayangannya itu terlihat berulang kali mengerjapkan kedua matanya.

Perawat Lorenzo juga mengamini hal ini. Menurutnya, Lorenzo sering sekali mengerjapkan matanya saat dibacakan cerita.

Belakangan Michaela tahu, itu adalah cara lorenzo untuk mengatakan tidak. Sedangkan bila ia terus melotot, maka hal itu berarti 'iya'. Rupanya Lorenzo sudah bosan dengan cerita anak-anak. Michaela tentu tak kehabisan akal karena ia juga menyediakan novel petualangan untuk sang buah hati. Barulah saat itu Lorenzo terlihat antusias dan mendengarkan sepenuh hati.

Di akhir cerita, Augusto sempat menemui tim peneliti dari University of Wisconsin yang berhasil menumbuhkan myelin pada tikus dan membutuhkan dana untuk melanjutkan percobaan ke makhluk hidup yang susunan selnya lebih kompleks, yaitu anjing. Hal itu mendorong Augusto dan Michaela untuk mendirikan 'The Myelin Project'.

Dalam film juga dijelaskan bagaimana saat ini dokter di penjuru dunia meresepkan cairan asam yang kemudian disebut sebagai 'Lorenzo's Oil' tersebut kepada pasien ALD. Jika diagnosisnya diketahui sejak dini, maka pemberian cairan tersebut juga terbukti berhasil menghentikan perkembangan ALD dan makin banyak anak laki-laki yang terbebas dari ALD.

Lorenzo sendiri dikabarkan baru meninggal pada tahun 2008, saat usianya telah mencapai 30 tahun atau puluhan tahun setelah diagnosis. Berkat perjuangan kedua orang tuanya, Lorenzo bisa menepis anggapan dokter yang sempat memberinya vonis sisa hidup beberapa tahun saja.

Dari film yang didasarkan kisah nyata ini pulalah kita bisa tahu apa itu ALD. Kendati tidak sepopuler kanker, namun karena gejalanya yang melumpuhkan, wawasan akan penyakit ini dirasa sangatlah penting. Situs Mayo Clinic menyebut, ALD merupakan gangguan genetik yang merusak membran yang memisahkan masing-masing sel saraf dalam otak (myelin sheath).

Karenanya, tubuh pasien ALD tak mampu memecah atau mencerna asam lemak berantai sangat panjang (very long-chain fatty acids atau VLCFA) dan memicu penumpukan VLCFA jenuh di otak, sistem saraf dan kelenjar adrenal.

Diagnosis ALD sendiri cukup rumit karena gejala-gejalanya mirip dengan sejumlah penyakit saraf lainnya. Khusus ALD, tim dokter harus melakukan tinjauan terhadap gejala dan riwayat medis dalam keluarga.

Sejumlah tes juga dilakukan, di antaranya tes darah untuk mengecek tinggi rendahnya kadar VLCFA dalam darah pasien; MRI untuk mendeteksi adanya abnormalitas yang dapat mengindikasikan ALD, semisal kerusakan pada jaringan saraf di otak.

Tim dokter juga perlu melakukan skrining penglihatan dan pendengaran untuk mengecek respons pasien, kaitannya dengan seberapa jauh perkembangan ALD pada pasien.
Halaman 2 dari 5
Ingin menguak misteri di balik kondisi Lorenzo, Augusto dan Michaela membawa Lorenzo ke Washington's Children Hospital untuk menjalani serangkaian tes. Mulai dari tes pendengaran, penglihatan hingga scan MRI.

Beberapa hari kemudian, hasil diagnosis Lorenzo keluar. Ia dinyatakan mengidap sebuah penyakit yang cukup langka, namanya Adrenoleukodystrophy atau lebih dikenal dengan ALD. Sederhananya, mutasi genetik memicu gangguan metabolisme yang menyebebkan penurunan fungsi otak dari waktu ke waktu.

Ironisnya, ALD umumnya hanya terjadi pada anak laki-laki berusia antara 5-10 tahun. Perkembangan penyakitnya juga berjalan sangat cepat, dan biasanya berakibat pada kematian, rata-rata dua tahun pasca diagnosis.

Untuk meyakinkan Augusto dan Michaela, dokter menjelaskan bahwa di tubuh Lorenzo juga terlihat gejala yang definitif, yaitu tingginya kadar lemak dalam darah yang abnormal. Lemak yang diaksud adalah long-chain saturated fats.

Jadi, pada anak ALD, enzim yang seharusnya memetabolisme lemak ini mengalami kerusakan, sehingga menumpuk di sel-sel saraf otak. Setelah itu, ALD akan mengikis myelin atau semacam selubung pada saraf. Sel saraf tidak dapat meneruskan impuls bila tidak memiliki myelin, sehingga bila myelin hilang, hal ini akan mengakibatkan degenerasi otak dan tubuh kehilangan fungsinya.

Lebih menyedihkan lagi karena belum ada pengobatan untuk ALD. Saat itu, pada tahun 1980-an, penyakit ini baru saja teridentifikasi. Dengan berjalan gontai, mereka menghampiri Lorenzo yang menunggu di luar ruang dokter lalu mengajaknya pulang.

Augusto kemudian mencoba mencari literatur tentang ALD di perpustakaan hingga larut malam. Ia menemukan sejumlah gejala yang umumnya terlihat pada anak dengan ALD. Meski Lorenzo belum sampai pada tahap itu, Augusto sudah dibuat shock oleh penemuannya sendiri.

Dalam literatur juga disebutkan, anak ALD akan memulai gejalanya dengan hiperaktif, munculnya agresivitas, dan enggan bicara. Lantas dari waktu ke waktu, gejala ini akan memburuk, diikuti dengan hilangnya penglihatan dan kemampuan berjalan, tuli dan postur tubuh yang berubah. Semuanya berlangsung hanya dalam kurun 1-2 bulan saja.

Lama-lama mereka akan mengalami demensia, kelumpuhan, kejang, koma dan berakhir pada kematian. Mengetahui hal ini, Augusto sempat histeris, tetapi dari situ ia termotivasi untuk menemukan solusi bagi putranya itu.

Harapan datang ketika dokter mengatakan ada seorang pakar yang memiliki spesialisasi pada anak-anak ALD. Namanya Gus Nikolais, profesor ilmu saraf dari Institute of Childhood Diseases. Menurut sang dokter, Gus sedang menyusun protokol pola makan khusus untuk anak ALD.

Tanpa menunggu lama, Augusto dan Michaela langsung menemui Gus. Keduanya kaget karena Lorenzo justru pantang mengonsumsi makanan sehat seperti selai kacang, daging, keju, buah berikut kulitnya, bayam dan minyak zaitun.

Gus menjelaskan, ini karena kesemua makanan itu mengandung long-chain saturated fats yang sangat panjang. Bila dihindari, diharapkan akan mencegah penumpukan lemak di saraf otaknya, untuk setidaknya memperlambat perkembangan penyakitnya. Augusto dan Michaela lantas sepakat untuk mengikutkan Lorenzo pada percobaan Gus.

Setelahnya, Gus berniat menjadwalkan Augusto, Michaela, dan keluarganya untuk menjalani konseling genetik. Michaela terkejut karena ia mengira kondisi Lorenzo disebabkan oleh kombinasi gen antara dirinya dan Augusto, seperti halnya penyakit langka pada anak lainnya.

Bagai petir di siang bolong, Michaela terkejut bukan main mendengar penjelasan Gus yang menyatakan bahwa ALD hanya diturunkan lewat garis keluarga ibu. Seorang ibu tidak akan mewarisi kondisi ini, karena mereka hanya carrier dari gennya sedangkan yang terkena pastilah anak laki-laki.

Di sinilah Michaela mulai tertekan karena ia menjadi penyebab utama kondisi Lorenzo meski Gus sudah membesarkan hatinya karena kondisi semacam ini bersifat acak, tak ubahnya menang lotere.

Enam pekan berjalan, Augusto terkejut membaca hasil tes putranya. Meski telah menghindari berbagai makanan yang menjadi pantangan Lorenzo, jumlah asam lemak C24 dan C26 dalam darah sang buah hati justru bertambah tinggi. Namun ia diminta menunggu hingga percobaannya selesai, yaitu enam bulan lagi.

Tak sabaran, Augusto membawa Lorenzo ke Boston untuk mencoba terapi lain yang disebut immunosuppresion, tak ubahnya seperti kemoterapi sehingga berisiko tinggi. Selama sebulan terapi, Lorenzo telah kehilangan sebagian kemampuan berjalannya. Ia masih bisa bicara namun dengan suara lirih. Rambutnya pun nyaris habis.

Untungnya selama proses pengobatan Lorenzo berjalan, seluruh keluarga Augusto maupun Michaela memberikan dukungan yang luar biasa kepada mereka. Augusto juga dihubungi oleh Ellard Muscatine dari ALD Foundation, organisasi untuk orang tua dengan anak ALD yang memastikan bahwa Augusto tak berjuang sendirian.

Augusto dan Michaela akhirnya mengikuti pertemuan pertama mereka dengan orang tua anak dari anak dengan ALD lainnya. Dalam pertemuan itu mereka membahas tentang pola makan khusus untuk anak ALD. Mendengar hal itu, Michaela langsung berdiri dan mengatakan diet itu tak mempan diberikan kepada Lorenzo.

Dua orang anggota lainnya juga mengakui hal serupa. Sayangnya karena suara minoritas, interupsi dari mereka tidak begitu diperhatikan. Michaela pun kesal dan memutuskan tak mau datang lagi ke pertemuan itu.

Lorenzo's Oil: Perjuangan Mencari Obat untuk Penyakit LangkaFoto: YouTube


Augusto kemudian mengajak Michaela untuk belajar sendiri tentang ALD. Waktu mereka pun habis untuk membaca berbagai literatur studi yang berkaitan dengan ALD maupun metabolisme lemak, kaitannya dengan pola makan khusus untuk anak ALD, entah itu di rumah maupun di perpustakaan.

Hasilnya, lima bulan pasca diagnosis, Michaela nekat memutuskan untuk menghentikan diet dari Gus, dan memberi makan Lorenzo dengan makanan seperti biasa. Menurut mereka, apapun makanannya, Lorenzo tak punya enzim yang dibutuhkan untuk mencerna asam lemak yang memperburuk kondisinya.

Tanpa disengaja, beberapa waktu kemudian Michaela menemukan sebuah artikel tentang manipulasi long-chain saturated fats pada tikus. Dalam artikel yang ditulis seorang ahli biokimia Polandia itu disebutkan, ketika tikus-tikus ini tidak lagi diberi makan lemak, tubuh akan mengkompensasi keadaan itu dengan memproduksi lemak sendiri, bahkan secara berlebihan.

Dengan kata lain pemberian diet tertentu tidak akan ada artinya jika biosintesis lemak dalam tubuh tidak dihentikan atau diperlambat. Dalam studi itu juga disebutkan cara untuk membuat tubuh si tikus agar tak lagi memproduksi lemak, yaitu dengan menambahkan bahan makanan lain yang mengandung asam lemak berbeda sebagai kombinasi.

Harapan pun muncul untuk kesekian kali. Akan tetapi ketika gagasan itu diajukan kepada Gus, pria ini sempat ragu karena riset untuk ALD tak ada dananya. Namun bukan Augusto namanya jika tidak mempersiapkan plan B. Ia mengaku sudah menyiapkan anggaran agar Gus dapat menggelar simposium pertama untuk terapi ALD. Simposium itu dihadiri sejumlah ilmuwan dari berbagai negara, termasuk Prancis, Kanada dan Jepang.

Augusto semakin gembira mengetahui rekan-rekannya di World Bank bersemangat membantu, terutama dalam hal finansial. Bahkan istri-istri mereka juga ikut ambil bagian dengan membantu Michaela untuk menyiapkan segala keperluan logistik selama simposium berlangsung.

Dalam simposium, artikel yang pernah ditemukan Michaela pun dikemukakan oleh seorang ahli dari Jepang. Pakar lain pun menimpali dan mengaku menemukan kesuksesan yang sama pada babi. Ada juga yang mengaku telah berhasil mengujicobakannya pada sel manusia (cultured cells). Saat itu sang pakar mencoba menggunakan fibroblast (sel kulit) lalu diberi oleic acid (minyak zaitun murni).

Tantangannya, minyak zaitun murni berbahaya bila dikonsumsi oleh organisme. Kalaupun ada, bentuknya harus berupa trigliserida agar bisa dimakan dan tak ada perusahaan yang mau menghasilkan produk yang tak ada pasarnya. Meski demikian, Michaela tak mau menyerah. Ia menghubungi seluruh bagian riset dan pengembangan di pabrik-pabrik makanan yang tersebar di penjuru AS.

Saat inilah kondisi Lorenzo sedang buruk-buruknya. Indikasi yang paling menonjol adalah refleks menelannya yang telah melemah. Mau tak mau Michaela atau perawat Lorenzo bergantian setiap waktu untuk membersihkan air liur bocah malang ini. Jika tidak, air liur yang menumpuk di mulutnya akan masuk ke saluran pernapasan dan memblokir saluran tersebut.

Di sisi lain, perjuangan Michaela akhirnya juga berbuah manis. Tak berapa lama, ia mendapatkan jawaban dari sebuah laboratorium di Cleveland yang mengaku memiliki oleic acid murni walaupun hanya sebotol. Oleh Augusto, sebotol oleic acid itu diperlihatkan kepada Gus. Kendati sempat tak yakin dengan pilihan Augusto, Gus tetap memberikan saran agar Augusto hanya menggunakan 30 miligram/hari. Bila lebih dari itu, ia sudah mewanti-wanti ini akan merusak hati Lorenzo.

Hasil tes menunjukkan terjadi penurunan level C24 dan C26 sebanyak 16 persen di dalam darah Lorenzo, tetapi Gus mengatakan itu masih terlalu dini. Kendati demikian Augusto dan Michaela setidaknya sudah bisa bernapas lega.

Namun kekhawatiran muncul kembali saat Lorenzo tiba-tiba mengeluarkan suara seolah-olah tercekik. Rupanya air liurnya 'tersangkut' di tenggorokan, padahal Michaela dan sang perawat sudah bergantian membersihkannya. Dokter mengaku tak tahu dan tak bisa berbuat apa-apa karena bagaimanapun itu adalah refleks.

Lorenzo's Oil: Perjuangan Mencari Obat untuk Penyakit LangkaFoto: YouTube


Tiga bulan mengonsumsi oleic acid, kemajuan pun semakin terlihat. Di bulan Januari 1985, hasil tes memperlihatkan penurunan C24 dan C26 sebanyak 50 persen, tetapi Gus lagi-lagi masih merasa ini terlalu dini. Benar saja, kondisi Lorenzo stagnan hingga tiga bulan berikutnya. Perawat Lorenzo malah diusir oleh Michaela hanya karena berpendapat jika si kecil baiknya dirawat di rumah sakit saja.

Tak hanya sang perawat. Deidre, adik Michaela yang membantunya mengurus Lorenzo selama ini juga ikut kena damprat. Padahal Deidre hanya prihatin melihat kakaknya yang tak mau makan dan tidur karena mengurus Lorenzo.

Dari sini Augusto meyakini bahwa upaya mereka hanya berhasil 'separuh jalan' karena pemahaman mereka juga baru sebagian. Augusto dan Michaela kemudian kembali berkelindan dengan buku. Bedanya Augusto yang menghabiskan waktu di perpustakaan, sedangkan Michaela lebih banyak di rumah menjaga Lorenzo sembari membaca buku. Augusto tak lagi peduli pada pekerjaannya, bahkan meski sebagian dari harta bendanya telah digadaikan.

Hingga setahun berselang, keduanya tak kunjung mendapat pencerahan lagi. Menariknya, Augusto mencoba membuat analogi sendiri dengan menggunakan klip-klip kertas yang disambung satu sama lain menjadi rantai. Untuk lemak jenuh (saturated fats), lemak yang harusnya tidak masuk ke tubuh Lorenzo, digambarkan dengan rantai klip yang disambung tak beraturan, sedangkan lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fats) yang dibutuhkannya digambarkan dengan rantai klip yang beraturan.

Siapa sangka, beberapa hari setelah ulang tahun Lorenzo, Augusto tertidur di perpustakaan dan bermimpi ditarik oleh klip-klip kertas raksasa itu. Dari situ Augusto paham bahwa keduanya dipengaruhi oleh enzim yang sama di dalam tubuh, jadi keduanya diproduksi dalam waktu yang bersamaan.

Sepemahaman Augusto, bila mereka bisa mengalihkan perhatian enzim tersebut agar terus membuat lemak tak jenuh tunggal saja, maka ini akan mencegah terbentuknya lemak jenuh. Inilah jawaban untuk ketidakberhasilan terapi pola makan Lorenzo dengan oleic acid sebelumnya, karena ia hanyalah lemak C18 yang pendek.

Untuk bisa mendapatkan manfaat yang diinginkan, mereka harus menambahkan monounsaturated C22 yang tak lain adalah erucic acid. Lagi-lagi hal ini diragukan oleh Gus. Sejauh ini manfaat erucic acid hanya terlihat dalam studi pada hewan saja. Asam itupun memicu dampak buruk pada jantung si tikus sehingga Gus tidak yakin apakah ini bisa diujicobakan kepada manusia.

Tanpa seijin Gus, lagi-lagi Augusto nekat menemui ilmuwan yang pernah memberinya oleic acid. Meski ia tak bisa membantu, namun ia menyanggupi ketika diminta mencarikan ilmuwan yang berkenan membuat erucic acid murni. Tujuh-belas bulan pasca diagnosis, doa Augusto dan Michaela terjawab. Seorang ilmuwan senior dari Inggris bersedia untuk menyiapkan cairan tersebut. Untuk membantunya mengurus Lorenzo, Michaela juga berhasil mendatangkan sahabat Lorenzo dari Kepulauan Komoros, Omouri.

Tepat pada bulan September 1986, sebotol erucic acid triglyceride tersedia dan diantarkan kepada keluarga Odone. Penuh sukacita, Augusto mencampurkan oleic dan erucic acid ke atas salad lalu diujicobakan pada Deidre. Michaela yang semula masih marah kepada sang adik tak bisa berbuat apa-apa ketika Deidre bersikeras, mengingat ia juga carrier.

Setelah dirasa tak ada efek samping pada Deidre, pola makan ini kemudian diberikan kepada sang kemenakan. Benar saja, 32 bulan setelah diagnosis, hasil analisis sampel darah Lorenzo menunjukkan level C24 dan C26-nya sudah kembali normal.

Dua bulan kemudian, Michaela tak sengaja mendengar suara mesin penyedot air liur Lorenzo berhenti berbunyi. Ia baru menyadarinya dan bergegas lari ke ruang tengah. Omouri mengatakan ia sengaja mematikannya karena Lorenzo tak begitu membutuhkannya lagi. Artinya kondisi pria muda ini membaik, dan perlahan Lorenzo mulai bisa menelan air liurnya sendiri.

Tak terasa Lorenzo telah beranjak remaja. Walaupun hanya terbaring lemah tak berdaya, Lorenzo tak lagi bergantung pada mesin di sekitarnya. Suatu ketika, Michaela sedang membacakan cerita untuk Lorenzo. Tak tahunya anak kesayangannya itu terlihat berulang kali mengerjapkan kedua matanya.

Perawat Lorenzo juga mengamini hal ini. Menurutnya, Lorenzo sering sekali mengerjapkan matanya saat dibacakan cerita.

Belakangan Michaela tahu, itu adalah cara lorenzo untuk mengatakan tidak. Sedangkan bila ia terus melotot, maka hal itu berarti 'iya'. Rupanya Lorenzo sudah bosan dengan cerita anak-anak. Michaela tentu tak kehabisan akal karena ia juga menyediakan novel petualangan untuk sang buah hati. Barulah saat itu Lorenzo terlihat antusias dan mendengarkan sepenuh hati.

Di akhir cerita, Augusto sempat menemui tim peneliti dari University of Wisconsin yang berhasil menumbuhkan myelin pada tikus dan membutuhkan dana untuk melanjutkan percobaan ke makhluk hidup yang susunan selnya lebih kompleks, yaitu anjing. Hal itu mendorong Augusto dan Michaela untuk mendirikan 'The Myelin Project'.

Dalam film juga dijelaskan bagaimana saat ini dokter di penjuru dunia meresepkan cairan asam yang kemudian disebut sebagai 'Lorenzo's Oil' tersebut kepada pasien ALD. Jika diagnosisnya diketahui sejak dini, maka pemberian cairan tersebut juga terbukti berhasil menghentikan perkembangan ALD dan makin banyak anak laki-laki yang terbebas dari ALD.

Lorenzo sendiri dikabarkan baru meninggal pada tahun 2008, saat usianya telah mencapai 30 tahun atau puluhan tahun setelah diagnosis. Berkat perjuangan kedua orang tuanya, Lorenzo bisa menepis anggapan dokter yang sempat memberinya vonis sisa hidup beberapa tahun saja.

Dari film yang didasarkan kisah nyata ini pulalah kita bisa tahu apa itu ALD. Kendati tidak sepopuler kanker, namun karena gejalanya yang melumpuhkan, wawasan akan penyakit ini dirasa sangatlah penting. Situs Mayo Clinic menyebut, ALD merupakan gangguan genetik yang merusak membran yang memisahkan masing-masing sel saraf dalam otak (myelin sheath).

Karenanya, tubuh pasien ALD tak mampu memecah atau mencerna asam lemak berantai sangat panjang (very long-chain fatty acids atau VLCFA) dan memicu penumpukan VLCFA jenuh di otak, sistem saraf dan kelenjar adrenal.

Diagnosis ALD sendiri cukup rumit karena gejala-gejalanya mirip dengan sejumlah penyakit saraf lainnya. Khusus ALD, tim dokter harus melakukan tinjauan terhadap gejala dan riwayat medis dalam keluarga.

Sejumlah tes juga dilakukan, di antaranya tes darah untuk mengecek tinggi rendahnya kadar VLCFA dalam darah pasien; MRI untuk mendeteksi adanya abnormalitas yang dapat mengindikasikan ALD, semisal kerusakan pada jaringan saraf di otak.

Tim dokter juga perlu melakukan skrining penglihatan dan pendengaran untuk mengecek respons pasien, kaitannya dengan seberapa jauh perkembangan ALD pada pasien.

(lll/vit)

Berita Terkait