Di Jepang, Kehilangan Pekerjaan Bisa Picu Stroke

Di Jepang, Kehilangan Pekerjaan Bisa Picu Stroke

Rahma Lillahi Sativa - detikHealth
Selasa, 18 Apr 2017 14:43 WIB
Di Jepang, Kehilangan Pekerjaan Bisa Picu Stroke
Foto: Thinkstock
Jakarta - Sistem kerja di Jepang memang berbeda dengan negara maju lain seperti AS. Di Jepang, orang mendambakan pekerjaan yang stabil agar bisa bekerja hampir untuk seumur hidupnya.

Untuk itu, menurut studi baru, ketika mereka kehilangan pekerjaan, kondisi ini justru dapat meningkatkan risiko penyakit yang sifatnya fatal.

Hal ini terungkap dari penelitian yang dilakukan Dr Ehab Eshak, visiting professor di Graduate School of Medicine, Osaka University setelah mengamati 42.000 partisipan pria maupun wanita berusia 40-59 tahun selama 15 tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama studi tercatat 973 pria terserang stroke dan 275 di antaranya meninggal dunia. Sedangkan pada wanita, 460 orang dilaporkan terkena stroke dan 131 di antaranya sampai meninggal.

Penelitian itu mengungkap, mereka yang tetap bekerja selama lebih dari 15 tahun memiliki risiko stroke yang lebih rendah ketimbang mereka yang kehilangan pekerjaan dalam rentang waktu yang sama.

Risiko strokenya bahkan mencapai 60 persen, dan mereka berpeluang 120 persen lebih tinggi untuk meninggal karenanya. Kondisi serupa juga berlaku untuk pekerja wanita. Risiko strokenya mencapai 50 persen dengan tingkat kefatalan mencapai 150 persen.

Begitu pula dengan mereka yang akhirnya bisa dipekerjakan kembali (re-employment). Eshak mengungkapkan pria Jepang yang mengalami re-employment memiliki risiko stroke yang jauh lebih tinggi, yaitu 200 persen, dengan tingkat kefatalan mencapai 300 persen. Namun pada wanita, risikonya tidak begitu besar. Demikian seperti dilaporkan Medical Xpress.

Ini karena di Jepang, pekerja dengan status seperti ini biasanya mendapatkan posisi di bawah posisi pekerjaan sebelumnya, sehingga diduga kemudian memicu stres yang lebih besar.

Baca juga: Hindari Stres Berlebih, Jepang Dorong Karyawan Kantor Pulang Cepat

Dr Ralph Sacco dari University of Miami School of Medicine menanggapi hal ini dengan mengatakan perbedaan kultural bukanlah persoalan mendasar dalam kasus semacam ini, tetapi yang pasti hal ini menambah bukti bahwa sesuatu yang memicu stres dalam keseharian dapat berdampak serius terhadap kesehatan vaskular (pembuluh darah).

"Andaikata Anda tak punya pekerjaan, maka pastikan Anda tetap memprioritaskan kesehatan kardiovaskular Anda dengan menjaga pola makan, olahraga, mengendalikan berat badan dan tidak merokok atau minum-minum," pesan Sacco.

Baca juga: Jika Kondisinya Seperti Ini, Pekerjaan Bisa Pengaruhi Kesehatan Seseorang (lll/vit)

Berita Terkait