Jakarta -
Bagi para orang tua, buah hati mereka adalah segala-galanya. Hingga merekapun rela untuk lakukan apa saja, seperti yang dilakukan Neni (45) asal Bekasi agar Farel, putra bungsunya sembuh dari sindrom langka.
"Saya udah habis-habisan lah ya, ini gimana ini," tutur Neni saat ditemui oleh detikHealth baru-baru ini.
Sepintas mungkin orang akan melihat Farel seperti anak berusia 5 tahun yang sehat. Yang berbeda adalah ia sangat gemuk dan duduk di kursi roda karena ia didiagnosis Prader-Willi Syndrome yang merupakan penyakit langka, bahkan Farel adalah satu dari hanya 15 ribu pengidapnya di dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini kisah Neni Merawat Farel dengan sindom langka yang diidapnya.
Terdiagnosis Prader-Willi Syndrome
Foto: pribadi
|
Farel lahir pada 28 Juni 2013 lalu lewat operasi caesar. Yang mengejutkan, ia terlahir dengan air ketuban berwarna hijau yang diduga Neni akibat usianya yang tua (saat Farel lahir ia berusia 41 tahun) dan usia kehamilan lebih dari 9 bulan.
Kemudian, berturut-turut sejak lahir Farel harus dirawat di rumah sakit dengan berbagai macam masalah kesehatan, seperti kejang, demam, dan diare. Neni menyebutkan untuk masalah respirasi saja Farel harus bolak-balik hingga 4 kali ke rumah sakit mulai dari usia 2 minggu.
"Saya kira itu masalah respirasi biasa, jadi dia tidur suka berhenti napasnya. Awal-awalnya sih saya nggak terlalu merhatiin kalau dia tidur, cuma emang suka kebangun-kebangun, kaget gitu. Terus kok ngorok banget ya, kalau tidur telentang suka jadi biru gitu badannya," lanjut wanita yang bekerja di salah satu departemen di RSCM ini.
Hingga akhirnya pada usia 3 tahun, Farel tersedak saat meminum susu dan membuat badannya membiru. Farel mengalami masalah ini berulang-ulang sampai akhirnya ia dirujuk ke RSCM.
Di RSCM, ia dirawat di bagian Pediatric Intensive Care Unit (PICU) dan disarankan mengikuti tes DNA dan kromosom. Hasil laboratorium memvonisnya mengidap sindrom Prader-Willi, membuat Neni shock berat saat mendengarnya.
"Saya nggak nyangka Farel kena penyakit langka. Udah gitu saya orang kesehatan, kerja di sini (RSCM) dengan berbagai macam diagnosa, tapi baru denger penyakit Prader-Willi. Saya mikir waktu itu, penyakit apa itu," ungkap ibu dari empat anak ini.
Menurut situs RareDiseases.org, sindrom Prader-Willi atau Prader-Willi syndrome (PWS) merupakan kelainan genetik langka yang menyebabkan kesulitan kognitif dan gangguan perilaku, masalah berat badan, masalah dalam mengendalikan amarah dan kesulitan dalam bersosialisasi.
Pengidap sindrom ini punya nafsu makan yang tak pernah terpuaskan yang membuatnya mempunyai berat badan setara orang dewasa, yaitu 54 kilogram. Ia juga kerap mengamuk saat ia tidak dapat berbicara dan tidak dituruti saat ia meminta makan. Bahkan saat wawancara, tak terhitung berapa kali Farel merengek meminta makan.
Terdiagnosis Obstructive Sleep Apnea (OSA)
Foto: frieda
|
Setelah melihat adanya sejarah masalah respirasi, dokter juga menduga Farel mengidap Obstructive Sleep Apnea (OSA). Akhirnya setelah menjalani pemeriksaan dengan alat pendeteksi gangguan tidur bernama polysomnography ia, positif terdiagnosis penyakit tersebut.OSA sering kali ditandai dengan kondisi mendengkur saat tidur yang pada waktu-waktu tertentu mengalami henti napas yang terjadi berulang sepanjang malam. Biasanya orang gemuk atau obesitas berisiko tinggi alami OSA karena lemak di leher akan menekan saluran pernapasan.
Farel disarankan menggunakan alat Continous positive airway pressure (CPAP) berbentuk masker untuk membantu mengatasi masalah pernapasannya. Namun, alat tersebut sangat mahal, sekitar 30 juta rupiah dan membutuh proses yang cukup lama untuk mendapatkannya.
Di tengah kegalauannya, salah satu dokter Farel menawarkan Neni untuk membuka donasi di WeCare.id, salah satu situs penggalangan dana bagi bantuan kesehatan. Neni pun akhirnya mengiyakan, dan di bulan September 2017 lalu ia berhasil mendapatkan CPAP untuk Farel lewat bantuan donasi.
"Penyakit Prader-Willi ini memiliki gejala seperti obesitas serta adanya keterlambatan perkembangan. Dan akibat dari obesitas yang dialaminya, Farel mengalami gangguan pernapasan," tutur dr Mesty Ariotedjo, salah satu dokter anak yang menangani Farel di RSCM dan juga pendiri dari WeCare.id.
Membutuhkan terapi growth hormone
Foto: frieda
|
Mulai bulan Maret 2017 kemarin, Farel mulai menjalani pengobatan dan fisioterapi di RSCM. Dokter-dokter yang menangani Farel akhirnya memutuskan agar ia menjalani terapi growth hormone."Terapi growth hormone ini juga membantu untuk mental perkembangan pasien baik dari segi perkembangan motorik kemudian perkembangan intelektual juga. Tanpa growth hormone yang akan terbentuk di tubuhnya adalah lemak dan akan meningkatkan risiko penyakit jantung," terang dr Mesty.
Namun lagi-lagi, Neni harus kepentok biaya yang sangat mahal. "Harganya 8 juta, sejumlah 3 vial untuk 12 hari. Saya langsung mikir, sebulannya berapa kalau segini," ungkapnya sedih.
Terapi hormon harus diberikan kepada Farel hingga ia mencapai usia pubertas, yaitu kira-kira 15 tahun. Neni bahkan menyebut tak sanggup mengira-ngira biaya yang ia butuhkan hingga 10 tahun ke depan.
Akhirnya kembali dengan bantuan WeCare.id dan KitaBisa.com, Neni kembali membuka donasi bagi pembiayaan terapi hormon Farel. Dan akhirnya di tanggal 28 Maret lalu, Farel berhasil mendapatkan terapi hormon pertamanya setelah proses yang cukup lama.
"Sebelum disuntik, diobservasi dulu 3 hari. Dua minggu setelah disuntik pipis terus, mungkin membakar lemak ya. Akhirnya saya diajarin nyuntiknya, obat bawa ke rumah," kata Neni.
Habis-habisan demi kesembuhan Farel
Foto: frieda
|
Tak terkira berapa biaya yang sudah dihabiskan oleh Neni demi kesembuhan Farel. Ia mengaku tidak sanggup jika hanya dengan gajinya sebagai PNS, ditambah ia masih memiliki tanggungan ketiga anak lainnya yang masih bersekolah."Semua obat Farel nggak ada yang dicover BPJS, belum lagi dia juga bermasalah dari bayi kan. Ada juga obat jantung sebulan 3 juta, sepatu khusus biar dia nggak jinjit 2 juta sepasang. Aduh, ya Allah," jelas Neni. Suami Neni yang berusia 61 tahun juga sudah pensiun dari pekerjaannya sebagai wiraswasta demi mengurus Farel.
Tiap jadwal kontrol RSCM, Farel harus berangkat naik taksi online bersama ayahnya karena tidak memungkinkan untuk naik kendaraan umum. Neni pun kerap izin dan mengambil cuti agar bisa menemani anaknya ke dokter.
Farel hingga kini juga masih kesulitan berbicara. Namun Neni menyebut bahwa ia paham apa yang dibicarakan orang lain, hanya saja ia tak mampu untuk mengucapkan apa yang ingin diutarakan.
"Di sininya (menunjuk kepala) udah banyak yang mau diomongin, jadi dia ngomongnya cuma satu-dua kata aja. Yang baru jelas kedengeran cuma mama, papa," kata Neni seraya tertawa kecil, ia bahkan menyebut bahasa anaknya dengan bahasa tarzan.
"Kalau kucing itu 'nyo', bahasa tarzannya cuma saya yang tahu," imbuhnya lagi.
Namun perkembangan berjalan Farel mengalami kemajuan. Farel berlatih berjalan menggunakan walker beroda, sebelumnya hanya mampu 5 meter berjalan, kini ia sanggup berjalan sampai 50 meter.
Saat mengucapkan harapan bagi anaknya, Neni tak sanggup menahan air matanya. Dengan terisak ia mengucapkan harapan agar Farel supaya bisa cepat jalan dan bisa bermain seperti teman-temannya.
"Itu sudah membantu saya banget. Semoga saya bisa terus sabar dan ikhlas, termasuk untuk obat terapi hormon Farel ini," tutup Neni.
Tergerak hati ingin membantu Farel agar bisa berjalan kembali? Kamu bisa klik link donasi KitaBisa.com di bawah ini:
Farel lahir pada 28 Juni 2013 lalu lewat operasi caesar. Yang mengejutkan, ia terlahir dengan air ketuban berwarna hijau yang diduga Neni akibat usianya yang tua (saat Farel lahir ia berusia 41 tahun) dan usia kehamilan lebih dari 9 bulan.
Kemudian, berturut-turut sejak lahir Farel harus dirawat di rumah sakit dengan berbagai macam masalah kesehatan, seperti kejang, demam, dan diare. Neni menyebutkan untuk masalah respirasi saja Farel harus bolak-balik hingga 4 kali ke rumah sakit mulai dari usia 2 minggu.
"Saya kira itu masalah respirasi biasa, jadi dia tidur suka berhenti napasnya. Awal-awalnya sih saya nggak terlalu merhatiin kalau dia tidur, cuma emang suka kebangun-kebangun, kaget gitu. Terus kok ngorok banget ya, kalau tidur telentang suka jadi biru gitu badannya," lanjut wanita yang bekerja di salah satu departemen di RSCM ini.
Hingga akhirnya pada usia 3 tahun, Farel tersedak saat meminum susu dan membuat badannya membiru. Farel mengalami masalah ini berulang-ulang sampai akhirnya ia dirujuk ke RSCM.
Di RSCM, ia dirawat di bagian Pediatric Intensive Care Unit (PICU) dan disarankan mengikuti tes DNA dan kromosom. Hasil laboratorium memvonisnya mengidap sindrom Prader-Willi, membuat Neni shock berat saat mendengarnya.
"Saya nggak nyangka Farel kena penyakit langka. Udah gitu saya orang kesehatan, kerja di sini (RSCM) dengan berbagai macam diagnosa, tapi baru denger penyakit Prader-Willi. Saya mikir waktu itu, penyakit apa itu," ungkap ibu dari empat anak ini.
Menurut situs RareDiseases.org, sindrom Prader-Willi atau Prader-Willi syndrome (PWS) merupakan kelainan genetik langka yang menyebabkan kesulitan kognitif dan gangguan perilaku, masalah berat badan, masalah dalam mengendalikan amarah dan kesulitan dalam bersosialisasi.
Pengidap sindrom ini punya nafsu makan yang tak pernah terpuaskan yang membuatnya mempunyai berat badan setara orang dewasa, yaitu 54 kilogram. Ia juga kerap mengamuk saat ia tidak dapat berbicara dan tidak dituruti saat ia meminta makan. Bahkan saat wawancara, tak terhitung berapa kali Farel merengek meminta makan.
Setelah melihat adanya sejarah masalah respirasi, dokter juga menduga Farel mengidap Obstructive Sleep Apnea (OSA). Akhirnya setelah menjalani pemeriksaan dengan alat pendeteksi gangguan tidur bernama polysomnography ia, positif terdiagnosis penyakit tersebut.
OSA sering kali ditandai dengan kondisi mendengkur saat tidur yang pada waktu-waktu tertentu mengalami henti napas yang terjadi berulang sepanjang malam. Biasanya orang gemuk atau obesitas berisiko tinggi alami OSA karena lemak di leher akan menekan saluran pernapasan.
Farel disarankan menggunakan alat Continous positive airway pressure (CPAP) berbentuk masker untuk membantu mengatasi masalah pernapasannya. Namun, alat tersebut sangat mahal, sekitar 30 juta rupiah dan membutuh proses yang cukup lama untuk mendapatkannya.
Di tengah kegalauannya, salah satu dokter Farel menawarkan Neni untuk membuka donasi di WeCare.id, salah satu situs penggalangan dana bagi bantuan kesehatan. Neni pun akhirnya mengiyakan, dan di bulan September 2017 lalu ia berhasil mendapatkan CPAP untuk Farel lewat bantuan donasi.
"Penyakit Prader-Willi ini memiliki gejala seperti obesitas serta adanya keterlambatan perkembangan. Dan akibat dari obesitas yang dialaminya, Farel mengalami gangguan pernapasan," tutur dr Mesty Ariotedjo, salah satu dokter anak yang menangani Farel di RSCM dan juga pendiri dari WeCare.id.
Mulai bulan Maret 2017 kemarin, Farel mulai menjalani pengobatan dan fisioterapi di RSCM. Dokter-dokter yang menangani Farel akhirnya memutuskan agar ia menjalani terapi growth hormone.
"Terapi growth hormone ini juga membantu untuk mental perkembangan pasien baik dari segi perkembangan motorik kemudian perkembangan intelektual juga. Tanpa growth hormone yang akan terbentuk di tubuhnya adalah lemak dan akan meningkatkan risiko penyakit jantung," terang dr Mesty.
Namun lagi-lagi, Neni harus kepentok biaya yang sangat mahal. "Harganya 8 juta, sejumlah 3 vial untuk 12 hari. Saya langsung mikir, sebulannya berapa kalau segini," ungkapnya sedih.
Terapi hormon harus diberikan kepada Farel hingga ia mencapai usia pubertas, yaitu kira-kira 15 tahun. Neni bahkan menyebut tak sanggup mengira-ngira biaya yang ia butuhkan hingga 10 tahun ke depan.
Akhirnya kembali dengan bantuan WeCare.id dan KitaBisa.com, Neni kembali membuka donasi bagi pembiayaan terapi hormon Farel. Dan akhirnya di tanggal 28 Maret lalu, Farel berhasil mendapatkan terapi hormon pertamanya setelah proses yang cukup lama.
"Sebelum disuntik, diobservasi dulu 3 hari. Dua minggu setelah disuntik pipis terus, mungkin membakar lemak ya. Akhirnya saya diajarin nyuntiknya, obat bawa ke rumah," kata Neni.
Tak terkira berapa biaya yang sudah dihabiskan oleh Neni demi kesembuhan Farel. Ia mengaku tidak sanggup jika hanya dengan gajinya sebagai PNS, ditambah ia masih memiliki tanggungan ketiga anak lainnya yang masih bersekolah.
"Semua obat Farel nggak ada yang dicover BPJS, belum lagi dia juga bermasalah dari bayi kan. Ada juga obat jantung sebulan 3 juta, sepatu khusus biar dia nggak jinjit 2 juta sepasang. Aduh, ya Allah," jelas Neni. Suami Neni yang berusia 61 tahun juga sudah pensiun dari pekerjaannya sebagai wiraswasta demi mengurus Farel.
Tiap jadwal kontrol RSCM, Farel harus berangkat naik taksi online bersama ayahnya karena tidak memungkinkan untuk naik kendaraan umum. Neni pun kerap izin dan mengambil cuti agar bisa menemani anaknya ke dokter.
Farel hingga kini juga masih kesulitan berbicara. Namun Neni menyebut bahwa ia paham apa yang dibicarakan orang lain, hanya saja ia tak mampu untuk mengucapkan apa yang ingin diutarakan.
"Di sininya (menunjuk kepala) udah banyak yang mau diomongin, jadi dia ngomongnya cuma satu-dua kata aja. Yang baru jelas kedengeran cuma mama, papa," kata Neni seraya tertawa kecil, ia bahkan menyebut bahasa anaknya dengan bahasa tarzan.
"Kalau kucing itu 'nyo', bahasa tarzannya cuma saya yang tahu," imbuhnya lagi.
Namun perkembangan berjalan Farel mengalami kemajuan. Farel berlatih berjalan menggunakan walker beroda, sebelumnya hanya mampu 5 meter berjalan, kini ia sanggup berjalan sampai 50 meter.
Saat mengucapkan harapan bagi anaknya, Neni tak sanggup menahan air matanya. Dengan terisak ia mengucapkan harapan agar Farel supaya bisa cepat jalan dan bisa bermain seperti teman-temannya.
"Itu sudah membantu saya banget. Semoga saya bisa terus sabar dan ikhlas, termasuk untuk obat terapi hormon Farel ini," tutup Neni.
Tergerak hati ingin membantu Farel agar bisa berjalan kembali? Kamu bisa klik link donasi KitaBisa.com di bawah ini:
(up/up)