Rentan Trauma, Korban Gempa Lombok Butuh Pendampingan Masalah Psikososial

Rentan Trauma, Korban Gempa Lombok Butuh Pendampingan Masalah Psikososial

Muhamad Reza Sulaiman - detikHealth
Minggu, 12 Agu 2018 12:10 WIB
Rentan Trauma, Korban Gempa Lombok Butuh Pendampingan Masalah Psikososial
Korban gempa Lombok sangat memerlukan pendampingan psikososial. Foto: Widiya Wiyanti/detikHealth
Jakarta - Trauma yang muncul karena bencana berisiko menyebabkan masalah kejiwaan hingga gangguan jiwa. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi korban gempa Lombok.

dr Andi Khomeini Takdir Haruni, SpPD dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merupakan salah satu relawan tenaga kesehatan yang terbang untuk membantu korban gempa Lombok. Kepada detikHealth, dr Koko, begitu ia akrab disapa, menyebut pendampingan psikologis untuk korban gempa Lombok harus ditingkatkan.


"Beberapa hari di sini, beberapa ratus kilometer perjalanan, banyak posko kemanusiaan, sampai pada satu kesimpulan, kita perlu mengirimkan lebih banyak lagi rekan dokter psikiatri dan psikolog ke Nusa Tenggara Barat," ungkap dr Koko saat dihubungi detikHealth.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menyebut bantuan obat-obatan, makanan, selimut dan lainnya juga masih dibutuhkan. Namun pentingnya kebutuhan pendampingan psikologis juga tak bisa diremehkan.

"Dapat laporan dari teman-teman relawan tenaga kesehatan di Lombok Utara, bahwa korban dirawat ada yang histeris, ketakutan, cemas, sudah macam-macamlah di sini," tambahnya lagi.

dr Koko, dr Iqbal, dr Franky, dan dr Aswadi, dokter relawan gempa Lombokdr Koko, dr Iqbal, dr Franky, dan dr Aswadi, dokter relawan gempa Lombok Foto: dok. Pribadi/Andi Khomeini


Berdasarkan beberapa jurnal ilmiah, sekitar 5 sampai 50 persen dari korban bencana berisiko mengalami masalah kejiwaan mulai dari yang derajat ringan hingga berat. Gangguan kecemasan, depresi, dan post traumatic stress disorder (PTSD) mengancam para korban gempa Lombok.

Hal ini dilihat sendiri oleh dr Koko, di mana korban gempa Lombok masih ada yang merasa takut untuk kembali ke rumah. Padahal, saat ini gempa susulan dalam skala ringan pun sudah jarang terjadi.

"Ada yang takut pulang karena takut tertimpa rumah jika gempa lagi, ada juga yang karena takut masih ada keluarga yang meninggal tertimbun reruntuhan namun belum terevakuasi," tutupnya.

(mrs/up)

Berita Terkait