Penelitian ini dipimpin oleh Dr drg Yuniardini Septorini Wimardani, MScDent dan tim Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI) pada tahun 2018 yang dipublikasikan di Journal Investigation and Clinical Dentistry. Dari 532 warga yang disurvey tersebut, 43,3 persen warga mengaku mendapatkan informasi soal kanker mulut dari health warning, seperti gambar seram di bungkus rokok.
"Salah satunya berasal dari health warning seperti di bungkus rokok. Namun soal bungkus rokok, perlu adanya regular refreshment atau penggantian gambar secara berkala. Karena gambar di bungkus rokok ini nggak bisa mengubah perilaku (berhenti merokok), hanya tahu aja soal kanker mulut," kata dokter yang akrab disapa Ite ini kepada detikHealth, saat ditemui di sela acara Cegah Kematian Akibat Kanker Rongga Mulut dengan Deteksi Dini Lesi Pra Kanker di kawasan Gondangdia, Kamis (13/12/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merokok memang jadi satu faktor risiko terbesar dari kanker mulut. dr Ite memaparkan, bahwa semua yang mengetahui soal kanker mulut tahu bahwa rokok menjadi faktor risikonya.
Kanker mulut memang masih terbilang jarang terjadi di Indonesia, prevalensinya menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 lalu tercatat 5,6 persen dari total kasus kanker. Akan tetapi, diperkirakan akan meningkat 21,5 persen di tahun 2020 akibat kurangnya deteksi dini dan gejala yang kerap diabaikan.
Gejala yang utama terlihat adalah munculnya lesi pra kanker, dalam bentuk tonjolan atau sariawan. Umumnya sariawan yang menjadi gejala kanker mulut tidak sembuh-sembuh lebih dari 2-4 minggu. dr Ite menyarankan untuk melakukan deteksi dini Periksa Mulut Sendiri (SAMURI) dan segera memeriksakan ke dokter gigi atau spesialis penyakit mulut apabila menemukan ada bentuk, warna, ukuran dan tekstur atau kekenyalan di rongga mulut.











































