Dikutip dari Mayo Clinic, progeria juga dikenal sebagai sindrom Hutchinson-Gilford, yaitu kelainan genetik progresif yang sangat langka yang menyebabkan anak-anak bertambah tua dengan cepat, dimulai pada tahun kedua kehidupannya.
Penyakit ini membuat Harry merasa seperti seorang kakek dengan penyakit tua, seperti radang sendi dan rematik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ibunya, Sharron mengatakan bahwa pertama kali ia menyadari ada yang tidak beres ketika Harry masih bayi, sekitar satu tahun. Ada bintik di bawah ketiaknya yang menunjukkan pigmentasi.
Harry pun dibawa ke dokter dan dokter mengatakan itu adalah tanda lahir. Namun pada usia tujuh tahun, seseorang mengira itu adalah progeria.
"Kami dikirim ke Amerika, di mana kami mendapat diagnosis bahwa itu adalah sindrom progeria atipikal," ungkap Sharron.
Kunjungan ke rumah sakit kemudian menjadi sebuah rutinitas bagi Harry. Sharron pun sangat khawatir akan kehilangan putranya itu di masa depan.
Sindrom progeria atipikal berbeda dari progeria Hutchinson-Gilford yang lebih umum, yaitu yang mempercepat penuaan hingga delapan kali lipat. Gangguan ini membuat perawakan Harry lebih pendek dengan tidak normal dan hampir tidak ada lemak di tubuhnya.
Namun ia tidak kehilangan rambut dan memiliki harapan hidup yang lebih lama.
"Di dalam Hutchinson-Gilford, mereka melepaskan toksin progeria, yang membuat mereka menua lebih cepat, sedangkan pada cacat genetik saya karena beberapa alasan tidak melepaskan Progeria genetik seperti itu," ujar Harry.
Terlepas dari itu, Harry bekerja keras untuk menjalani kehidupan yang normal. Ia suka bersosialiasi, bermain video game, dan traveling.
"Saya mencoba melihat sisi yang lebih cerah. Jika tidak ada dalam kendali saya, apa yang bisa saya lakukan?" tandasnya.
(wdw/up)











































