Ditemui detikHealth, dosen jurusan Mekatronika di SGU, Dr Eka Budiarto, ST, MSc mengungkapkan bahwa alasan membimbing mahasiswanya mengembangkan tangan bionik ini untuk membantu teman-teman disabilitas yang membutuhkan.
Tidak mudah dan memakan waktu yang tidak sebentar. Butuh waktu sekitar dua tahun bagi Eka dan mahasiswanya untuk mengembangkan tangan bionik hingga sudah memiliki pengembangan tiga model saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sensornya bisa mendeteksi sinyal otot. Foto: Widiya Wiyanti/detikHealth |
Tangan kanan Rian tergiling mesin pon lima tahun lalu. Kini, Rian mengaku sangat terbantu dengan tangan bionik, meskipun modelnya yang cukup berat, yaitu sekitar 1,5 kilogram. Namun Rian pantang menyerah untuk terus beradaptasi dengan tangan barunya.
"Berat sih pasti, sama kesulitan untuk tanggap gelang mayo-nya dengan tangannya ini. Dia (sensor -red) harus mencari saraf-sarafnya harus pas, kalau nggak pas nggak mau ngangkat," lanjut Rian yang bekerja di kedai bakso.
Mengangkat botol air mineral? Bisa... Foto: Widiya Wiyanti/detikHealth |
Tidak hanya Rian, keluarganya pun begitu senang saat mengetahui Rian mendapatkan tangan bioniknya. Tangan bionik yang digunakannya saat ini akan terus dikembangkan hingga mencapai tangan bionik yang lebih canggih dan fleksibel.
Yang unik, selama bekerja menggunakan tangan bionik tersebut, Rian kerap menyita perhatian pengunjung, terutama anak-anak. Tidak jarang Rian disangka Iron Man, salah satu karakter fiksi superhero dalam komik dan film Marvel.
Rian beruntung bisa memakai lengan bionik ini. Foto: Widiya Wiyanti/detikHealth |
(up/up)












































Sensornya bisa mendeteksi sinyal otot. Foto: Widiya Wiyanti/detikHealth
Mengangkat botol air mineral? Bisa... Foto: Widiya Wiyanti/detikHealth
Rian beruntung bisa memakai lengan bionik ini. Foto: Widiya Wiyanti/detikHealth