Meski begitu, banyak kasus kanker kulit telat terdiagnosis karena memang cukup sulit memastikan tahi lalat tersebut merupakan kanker atau bukan sebelum dilakukan biopsi. Para peneliti dari Malmo University, Swedia pun membuat inovasi canggih yang dapat menjawab ketidakpastian deteksi itu.
Inovasinya itu adalah plester yang dapat menganalisis tahi lalat yang mencurigakan dan mendiagnosisnya dalam beberapa menit. Plester ini bisa menggantikan biopsi yang memerlukan prosedur cukup rumit dan membutuhkan waktu lama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun plester masih perlu diuji, setidaknya hingga dapat menangkap molekul yang dikeluarkan oleh tumor. Para peneliti berencana menguji plester tersebut pada sukarelawan yang sehat serta pasien kanker kulit untuk membuktikannya.
Saat ini, plester tersebut masih dalam tahap prototipe dan masih perlu menemukan cara untuk menganalisis molekul secara bersamaan. Diharapkan, plester ini bisa teruji klinis pada tahun 2021.
"Kami membayangkan sebuah plester, atau yang setara, ditempatkan pada area kulit yang diduga terkena kanker untuk mengumpulkan molekul lalu dianalisis," ujar salah satu peneliti, Profesor Tautgirdas Ruzgas dikutip dari Daily Mail.
Kanker kulit adalah salah satu jenis penyakit yang disebabkan terutama oleh paparan sinar UV yang berlebihan. Tanda-tanda tahi lalat yang tidak normal dan kerap mengindikasikan kanker kulit kerap disingkat ABCDE. Berikut ini arti singkatan tersebut:
A = Asymetrical
Tahi lalat dengan satu sisi sangat berbeda dengan sisi yang lainnya, perlu dicurigai.
B = Irregular Border
Tahi lalat dengan pinggiran tidak rata, berlekuk atau bahkan tidak jelas pinggirnya, juga bisa menandakan melanoma.
C = Change in color
Warna yang tidak merata, atau bahkan berubah warna.
D = Diameter
Tahi lalat yang tumbuh hingga lebih dari 6 milimeter.
E = Evolving
Bukan hanya perubahan bentuk maupun warna, perlu juga diwaspadai perubahan lain pada tahi lalat seperti gatal dan berdarah.
(wdw/fds)











































