Kejadian yang terjadi saat ia duduk di bangku kelas 7 SMP itu baru berefek setelah tiga tahun kemudian. Sinta tak dapat duduk, berdiri, maupun berjalan karena mengalami retak tulang ekor dan patah tulang belakang. Pada kondisi seperti itu lah ia merasa putus asa.
"Sebenernya gue stres bukan karna jatuhnya. dulu gue stres krn ga sengaja denger guru gue ngomong ke temen gue gini "kalo tulang ekor bermasalah pasti susah punya anak". disitu letak ingin berhenti hidup hahahah setelah guru gue ngomong gitu gue gamasuk sekolah 2minggu krn stres," tulisnya dalam utasan di Twitter, Rabu (11/12/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Utasan cerita Sinta soal bahaya bercanda tarik kursi. Foto: Twitter/@jelebgt |
"Itu bukan operasi biasa. tulang ekor itu katanya bahaya bgt makanya aku takut disitu dan makin depresi," ungkapnya.
"Alhamdulillah operasi lancar, aku dioperasi selama 5 jam di rs. pelni jakarta barat desember tahun 2016. kata dokter, tulangku ga sepenuhnya sembuh total, pasti bakalan kumat sewaktu-waktu. tapi aku bersyukur udah bisa jalan sekarang," lanjut Sinta.
Meskipun kini kondisinya semakin membaik, mahasiswa semester 3 ini tetap tak bisa mewujudkan cita-cita yang telah ia gantungkan sejak lama, yaitu untuk menjadi seorang pendaki gunung.
"Tapi mau gimana, keadaan aku yg nolak buat jd pendaki gunung & kadang suka dendam sm sipelaku, gara2 dia aku gbs naik gunung," ceritanya.
Sinta pun menyarankan untuk siapapun agar tidak melakukan bercandaan tarik kursi karena dapat membahayakan orang lain. Dan bagi yang pernah menjadi korban, lebih baik periksakan kondisi tulang ekor atau tulang belakang pada dokter.
(wdw/kna)












































