.webp)
Jakarta -
Sisi lain Kota Jakarta selalu menyimpan cerita. Saat sebagian wilayah dilanda banjir, ada kehidupan di kolong jembatan yang tetap berjalan seperti biasa.
Foto: Umurnya Baru 10 Hari, Bayi Ini Hidup di Kolong Jembatan
Selasa, 06 Feb 2018 15:35 WIB
Meskipun tinggal di kolong jembatan dengan biaya hidup harian pas-pasan, Mahmud (43) dan Jannah (17) tampak bahagia dengan kehadiran Khaidar Ali yang baru berusia 10 hari. Foto: Agung Pambudhy/detikHealth
Khaidar Ali, bayi berumur 10 hari ini harus hidup di kolong jembatan bersama orang tuanya tiap hari. Kadang Khaidar terlihat hanya memakai popok tanpa celana, karena keterbatasan biaya orang tuanya tidak dapat membelikannya baju. Foto: Agung Pambudhy/detikHealth
Mahmud menceritakan tentang kehidupan sehari-harinya sebagai pemulung sampah yang lewat di sungai. Sehari-hari ia hanya mendapat tiga puluh ribu rupiah saja untuk tiap sampah yang ia kumpulkan. Foto: Agung Pambudhy/detikHealth
Bayi Khaidar tampak tertidur pulas di pangkuan ibunya. Ia lahir normal dengan bantuan bidan, namun akta kelahirannya masih ditahan karena belum dapat melunasi biaya persalinan. Foto: Agung Pambudhy/detikHealth
Tidur pulas di kolong jembatan, kasur Khaidar hanya sebuah bantal di kasur lapuk yang sedikit berjamur karena lembab. Foto: Agung Pambudhy/detikHealth
Jannah terlihat sesekali mencubit pipi Khaidar karena gemas. Baginya, anak pertamanya ini adalah berkah walaupun harus hidup dalam serba ketidakcukupan. Foto: Agung Pambudhy/detikHealth
Di kolong jembatan tersebut tinggal empat keluarga, salah satunya juga memiliki seorang anak yang baru berumur 11 bulan yang ber"tetangga" dengan keluarga Khaidar. Foto: Agung Pambudhy/detikHealth
Bagi keempat keluarga yang tinggal di kolong jembatan tersebut, mereka adalah keluarga besar yang saling membantu satu sama lain. Foto: Agung Pambudhy/detikHealth
Bayi Ivan berumur 11 bulan, lahir tanpa bantuan bidan. Ia menghabiskan sehari-harinya bermain di 'rumah"nya di kolong jembatan. Foto: Agung Pambudhy/detikHealth
Tia (17), ibu dari Ivan menceritakan tentang Ivan yang mulai tumbuh menjadi anak yang hiperaktif, sampai mereka harus memasang "tembok" dari triplek untuk mencegah Ivan tercebur ke sungai. Foto: Agung Pambudhy/detikHealth
"Suami saya bekerja sebagai supir bajaj panggilan. Kadang sehari-hari untuk makan masih pinjam. Susu untuk Ivan pun kadang pakai susu kental manis, atau cuma air saja," tutur Tia. Foto: Agung Pambudhy/detikHealth
"Rumah" Ivan bersama orang tuanya baru saja terbakar minggu lalu karena lilin yang terjatuh. Banyak surat-surat penting termasuk akta kelahiran Ivan hangus terbakar bersama barang lainnya. Foto: Agung Pambudhy/detikHealth
Kolong jembatan sudah menjadi rumah Tia sejak lahir, begitu pula dengan Ivan. Foto: Agung Pambudhy/detikHealth
"Meskipun hidup saya seperti ini, saya ingin anak saya punya pendidikan. Kerja yang bagus, Jangan kayak bapaknya," ujar Mahmud, yang sudah mempunyai dua anak lain dari istri pertamanya. Foto: Agung Pambudhy/detikHealth
Mahmud membiayai keluarganya bergantung pada sampah yang lewat di sungai. Hasil sampah yang dapat ia jaring tersebut paling banyak bisa ia dapatkan berjumlah lima puluh ribu rupiah. Foto: Agung Pambudhy/detikHealth
