Jangan Dipasung! Orang yang Dulunya 'Gila' Bisa Jadi Sukses Karena Berobat

Ulasan Khas Ababil dan Gangguan Jiwa

Jangan Dipasung! Orang yang Dulunya 'Gila' Bisa Jadi Sukses Karena Berobat

Merry Wahyuningsih - detikHealth
Rabu, 24 Okt 2012 19:00 WIB
Jangan Dipasung! Orang yang Dulunya Gila Bisa Jadi Sukses Karena Berobat
Ilustrasi (dok: Thinkstock)
Jakarta - Karena dianggap mengganggu orang lain atau merepotkan, tidak sedikit orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) yang dipasung oleh keluarganya sendiri. Padahal bila diobati dengan baik, ODMK juga bisa sembuh dan hidup normal, bahkan menjadi orang sukses.

Orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) memiliki hak hidup layak dan harus dirawat dengan baik dan benar, baik di keluarga, masyarakat maupun pemerintah.

Sayangnya, masih banyak saja ODMK yang mengalami pemasungan. Dari data Riskesdas 2007, ada sekitar 13.000-24.000 orang dengan masalah kejiwaan yang di pasung. Jumlah ini belum termasuk ODMK yang terlantar, diabaikan dan menggelandang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Memang belum ada terapi yang benar-benar dapat menyembuhkan gangguan jiwa berat seperti skizofrenia, namun kekambuhan penyakit ini dapat dicegah dan dikendalikan dengan terapi yang tepat, apalagi jika dilakukan pada gejala awal penyakit.

Salah satu contoh penderita skizofrenia yang kini bisa hidup normal adalah kakak dari Bagus Utomo. Bagus adalah orang Indonesia yang terpilih sebagai pemenang pertama Penghargaan Dr. Guislain 'Breaking the Chains of Stigma' untuk upayanya yang tidak mengenal lelah memberikan pemahaman untuk memerangi stigma skizofrenia, melalui organisasinya Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI).

Diceritakan Bagus, pada tahun 1995 kakaknya mulai menunjukkan tanda-tanda skizofrenia dan didiagnosis dengan gangguan otak. Ia sering pulang dengan ketakutan, wajahnya merah padam dan bersembunyi di kolong tempat tidur. Kondisi itu terjadi terus-menerus dalam beberapa hari.

"Kita langsung saja membawanya ke psikiater. Dokter beri obat dan kondisinya langsung membaik. Kakak saya yang tadinya guru STM juga bisa ngajar lagi," jelas Bagus Utomo, saat ditanya detikHealth, ditulis Rabu (24/10/2012).

Yang menjadi masalah, Bagus dan keluarga tidak tahu bahwa obat harus diminum jangka panjang. Bila obat habis, maka penyakit kakaknya akan kembali kambuh. Terlebih, dokter yang menangani kakaknya kala itu tidak memberikan informasi lebih lanjut soal aturan minum obat.

Putus obat pun membuat kondisi kakak Bagus semakin parah. Sampai-sampai keluarga menganggap kondisinya sudah berada di luar kemampuan medis.

"Kakak saya tiap hari mengamuk, teriak-teriak, pemukul-mukul pintu, tidak mandi, kencing di rumah, berangkat ngajar bawa motor tapi entah ditinggal dimana. Untung kita tidak pernah malu. Prinsip saya, kalau orang lain membicarakan tidak di depan saya, ya tidak usah diambil pusing," tutur Bagus, yang bekerja sebagai pustakawan di Jakarta.

Berbagai cara sudah ditempuh, bahkan hingga ke alternatif yang menghabiskan banyak biaya dan tenaga. Kondisi seperti ini terjadi lebih dari 10 tahun.

"Memerlukan lebih dari 10 tahun sebelum kami akhirnya menemukan perawatan yang tepat untuk kakak saya dan kami mengalami frustasi yang berat," lanjut pria kelahiran 17 Juni 1973 ini.

Tapi Bagus tak pernah merasa putus asa. Ia akhirnya mencari info sendiri di internet dan menemukan bahwa gejala penyakit kakaknya adalah skizofrenia. Karena minimnya informasi, Bagus pun berinisiatif untuk membuat website dan facebook yang memberikan informasi lebih banyak tentang skizofrenia.

Sang kakak akhirnya dibawa ke panti dan setelah kondisinya semakin pulih ia pun kembali ke rumah. Kini kondisi kakak Bagus sudah sangat baik dan bisa kembali ke kehidupan normal. Ia sudah bisa berkomunikasi secara baik dengan keluarga dan masyarakat.

Ia pun masih rutin minum obat Haloperidol (jenis obat anti-psikotik oral) yang dibelinya seharga Rp 30 ribu per bulan. Obat ini harus diminum jangka panjang untuk mencegah kekambuhan gejala.

"Masih ada sih sedikit gejala seperti cemas dengan masa depannya. Tapi sudah jauh lebih baik. Dia sekarang membuka warung," jelas Bagus.

Kondisi orang dengan skizofrenia (ODS) memang bisa 'sembuh' (bisa kembali ke fungsi sosial dan pekerjaan) dengan bantuan obat. Menurut dr Tun Kurniasih Bastaman, SpKJ(K), sekitar 75 hingga 80 persen ODS bisa dinyatakan 'sembuh', sedangkan 20-25 persen masih akan terus mengalami gejala, sembuh tapi kambuh lagi.

"Biasanya yang tidak sembuh karena putus obat, jadi obat adalah hal yang penting," jelas dr Tun Kurniasih Bastaman, SpKJ(K), yang merupakan Ketua Umum Pengurus Pusat PDSKJI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia).

Pengobatan skizofrenia ada beberapa metode, diantaranya pemberian obat anti-psikotik dan terapi elektrokonvulsif (ECT) atau dikenal dengan terapi listrik.

Pengobatan obat anti-psikotik adalah yang paling umum dilakukan saat ini, sedangkan terapi listrik sudah banyak ditinggalkan. Obat-obatan anti-psikotik terbagi menjadi 2 macam menurut pemberiannya, yaitu obat anti-psikotik oral (obat minum) dan obat suntik kerja panjang (long-acting injeksi).

(mer/vit)
Ulasan Khas Ababil dan Gangguan Jiwa
13 Konten
Masa remaja menjadi proses untuk mencari jati diri seseorang. Nah, bila salah arahan bisa jadi mereka mengalami gangguan pada jiwanya. Lebih lanjut, simak yuk ulasan khas ini.

Berita Terkait