LDCT, Pemeriksaan Dini Kanker Paru yang Lebih Ampuh dari Rontgen

LDCT, Pemeriksaan Dini Kanker Paru yang Lebih Ampuh dari Rontgen

Advertorial - detikHealth
Kamis, 21 Apr 2022 00:00 WIB
LDCT, Pemeriksaan Dini Kanker Paru yang Lebih Ampuh dari Rontgen
Foto: dok. Shutterstock
Jakarta -

Kanker paru adalah salah satu gangguan pernapasan yang kerap diderita pria di Indonesia. Salah satu faktor penyebabnya adalah kebiasaan merokok.

Bukan hanya mereka yang merokok secara aktif, perokok pasif yang menghirup asap rokok juga berisiko terkena kanker paru. Selain asap rokok, orang yang sering terpapar dan menghirup zat kimia juga berisiko menderita kanker paru.

Karenanya, deteksi dini atau pemeriksaan sebelum timbul gejala perlu untuk dilakukan. Salah satu metode deteksi dini yang dapat digunakan untuk mendeteksi kanker paru adalah Low Dose CT Scan (LDCT). Dilansir dari jurnal penelitian di NCBI, pemeriksaan ini terbukti menurunkan tingkat kematian akibat kanker paru pada perokok berat, membuatnya lebih unggul daripada pemeriksaan ronsen dada biasa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penelitian membuktikan bahwa deteksi dini kanker paru dilakukan dengan pemeriksaan non invasif yaitu pemeriksaan LDCT atau Low Dose CT Scan," tutur dr. R. Semuel W. Manangka dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS).

"Gejala kanker paru dapat berbeda-beda setiap orang tergantung kondisi klinis dan stadium kanker. Pada stadium awal, kanker paru dapat tidak memberikan gejala apapun. Oleh karena itu perlu pemeriksaan deteksi dini kanker paru dengan Low Dose CT Scan," imbuh Spesialis Paru Konsultan Onkologi Paru dan Pernapasan Mayapada Hospital Kuningan dr. Arif Riswahyudi Hanafi.

LDCT juga memiliki beberapa keunggulan, antara lain non invasif (tidak menggunakan kontras), tidak menimbulkan rasa nyeri, serta waktu pemeriksaan yang relatif cepat. Pemeriksaan LDCT juga dapat mengetahui apakah gejala seperti batuk yang tak kunjung sembuh, batuk berdarah, sesak napas, nyeri pada dada, kesulitan bernapas, serta penurunan berat badan tanpa alasan yang jelas merupakan indikator kanker paru atau tidak.

"Kanker paru stadium awal umumnya tanpa gejala, sehingga penderita sering kali datang berobat dalam kondisi stadium lanjut, sehingga pengobatannya akan lebih sulit dan kompleks. Penting untuk melakukan deteksi dini kanker paru sehingga keberhasilan terapi juga akan lebih baik," ujar Dokter Spesialis Paru Mayapada Hospital Surabaya Bambang Susilo Simon.

Lantas bagaimana jika pemeriksaan LDCT menemukan benjolan atau suspect mencurigakan?

Hal ini pernah terjadi pada salah satu pasien kanker paru wanita berusia 70 tahun yang belum lama ini ditangani oleh Mayapada Hospital Surabaya. Pasien tersebut datang dengan keluhan batuk dan sesak napas yang tak kunjung membaik, meskipun ia tidak memiliki riwayat merokok.

dr. Bambang Susilo Simon pun lantas segera melakukan pemeriksaan terhadap pasien tersebut dan menemukan tumor di paru sebelah kanan serta adanya efusi pleura kanan (cairan di rongga pleura kanan). Ia kemudian segera melakukan Bronkoskopi untuk mendapatkan sampel lendir dan jaringan paru guna deteksi biopsi.

Dari hasil CT Scan paru dan biopsi, diketahui pasien mengidap kanker paru jenis Non Small Lung Cancer - Adenocarcinoma stadium 4. Adenocarcinoma adalah jenis kanker paru primer yang sering terjadi pada wanita Asia non perokok, yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti riwayat keluarga dengan kanker paru, mutasi gen, serta paparan asap, bahan kimia, dan logam berat.

Itulah sebabnya penting untuk melakukan deteksi dini kanker paru menggunakan LDCT, terutama bagi Anda yang memiliki faktor risiko. Jika hal tersebut dapat dideteksi sedini mungkin, maka tingkat keberhasilan pengobatan juga akan semakin tinggi.

Selain deteksi dini, Mayapada Hospital juga memiliki tim dokter ahli Spesialis dan Paru Onkologi Konsultan berpengalaman yang berkolaborasi melalui tumor board untuk menangani pasien yang terdeteksi memiliki faktor risiko kanker paru secara komprehensif.

Penanganan bagi pasien kanker paru tersebut berupa kemoterapi, radioterapi, targeted therapy, imunoterapi hingga operasi tergantung dari kondisi si pasien.

"Penggunaan berbagai modalitas diagnostik di bidang interventional pulmonology secara bersamaan akan meningkatkan kemampuan dalam mendiagnosis nodul paru yang letaknya perifer. Interventional bronchoscopy berperan penting dalam tatalaksana pasien kanker paru bahkan dapat memperbaiki keadaan umum pasien, sehingga kemoterapi maupun terapi radiasi lebih lanjut dapat diberikan secara terencana dengan tingkat keamanan yang lebih tinggi," ungkap Dokter Spesialis Penyakit Dalam Intervensi Pulmonologi Mayapada Hospital Jakarta Selatan Eric Daniel Tenda.

"Radioterapi yang dilengkapi dengan teknologi Active Breathing Coordination memungkinkan terapi radiasi yang lebih optimal pada organ bergerak yaitu paru-paru," terang Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Mayapada Hospital Jakarta Selatan Ratnawati Soediro.

"Tujuan operasi adalah untuk mengangkat tumor, jaringan paru-paru di sekitarnya, dan kelenjar getah bening (kelenjar yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh) di daerah tersebut. Tindakan operasi saja mungkin cukup untuk menyembuhkan kanker paru-paru yang terdeteksi pada tahap awal," pungkas Dokter Spesialis Bedah Toraks Kardiovaskular MHJS Achmad Faisal.

(adv/adv)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads