Beragam Penyebab Anak Tantrum Ketika Marah Atau Kesal

Beragam Penyebab Anak Tantrum Ketika Marah Atau Kesal

- detikHealth
Jumat, 13 Jun 2014 13:01 WIB
Beragam Penyebab Anak Tantrum Ketika Marah Atau Kesal
Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Jakarta - Pernahkah Anda melihat anak menunjukkan kekesalannya dengan berteriak-teriak atau bahkan berguling-guling sambil menangis? Nah, jika seperti itu, berarti si anak menunjukkan tantrum.

"Tantrum terjadi ketika anak memiliki emosi negatif misalnya kesal, marah, atau bad mood yang ditampilkan dalam perilaku tidak tepat," tutur psikolog anak dan keluarga Roslina Verauli M.Psi.

Dirangkum detikHealth, Jumat (13/6/2014) berikut ini beberapa penyebab mengapa anak bisa tantrum ketika ia mengekspresikan emosi negatifnya:



Ilustrasi (Foto: Thinkstock)

1. Profil klinis

Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Dikatakan Vera, penyebab anak tantrum bisa dilihat identitas klinisnya yakni apakah anak memiliki gangguan perkembangan seperti ADHD dan autisme.

"Anak seperti itu biasanya akan terhambat komunikasinya sehingga dia pasti lebih mudah tantrum karena sukar mengekspresikan emosi negatif," tutur Vera.

1. Profil klinis

Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Dikatakan Vera, penyebab anak tantrum bisa dilihat identitas klinisnya yakni apakah anak memiliki gangguan perkembangan seperti ADHD dan autisme.

"Anak seperti itu biasanya akan terhambat komunikasinya sehingga dia pasti lebih mudah tantrum karena sukar mengekspresikan emosi negatif," tutur Vera.

2. Kemampuan berbahasanya kurang berkembang

Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Jika anak tantrum perlu dilihat apakah kemampuan berbahasa si anak ini sudah berkembang atau belum. Sebab, anak yang kemampuan berbahasanya belum berkembang ketika berkomunikasi akan lebih sulit dipahami sehingga ia cenderung tantrum.

2. Kemampuan berbahasanya kurang berkembang

Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Jika anak tantrum perlu dilihat apakah kemampuan berbahasa si anak ini sudah berkembang atau belum. Sebab, anak yang kemampuan berbahasanya belum berkembang ketika berkomunikasi akan lebih sulit dipahami sehingga ia cenderung tantrum.

3. Temparamen bawaan

Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Masing-masing anak dikatakan Vera memiliki temperamen bawaan. Nah, pada anak yang tantrum mereka cenderung bertemperamen bawaan keras yang memiliki ambang toleransi terhadap lingkungan yang rendah.
 
"Anak lain kalo nangis biasa siang hari atau pas malam, tapi anak dengan temperamen bawaan yang keras, nangisnya itu ngaak biasa, kenceng banget, beda sama anak lainnya,' kata Vera.

3. Temparamen bawaan

Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Masing-masing anak dikatakan Vera memiliki temperamen bawaan. Nah, pada anak yang tantrum mereka cenderung bertemperamen bawaan keras yang memiliki ambang toleransi terhadap lingkungan yang rendah.
 
"Anak lain kalo nangis biasa siang hari atau pas malam, tapi anak dengan temperamen bawaan yang keras, nangisnya itu ngaak biasa, kenceng banget, beda sama anak lainnya,' kata Vera.

4. Model pengasuhan

Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Vera menegaskan model pengasuhan yang tidak memberi model bagaimana caranya mengekspresikan emosi negatif seperti kesal, sebal, atau marah.

"Anak nangis misalnya itu kan ada sebabnya, harus dibiasakan apa sih yang membuat dia nangis lalu diutarakan dalam bentuk verbal. Regulasi emosi harus dibangun sejak dua tahun pertama," tutur Vera.

4. Model pengasuhan

Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Vera menegaskan model pengasuhan yang tidak memberi model bagaimana caranya mengekspresikan emosi negatif seperti kesal, sebal, atau marah.

"Anak nangis misalnya itu kan ada sebabnya, harus dibiasakan apa sih yang membuat dia nangis lalu diutarakan dalam bentuk verbal. Regulasi emosi harus dibangun sejak dua tahun pertama," tutur Vera.
Halaman 2 dari 10
Dikatakan Vera, penyebab anak tantrum bisa dilihat identitas klinisnya yakni apakah anak memiliki gangguan perkembangan seperti ADHD dan autisme.

"Anak seperti itu biasanya akan terhambat komunikasinya sehingga dia pasti lebih mudah tantrum karena sukar mengekspresikan emosi negatif," tutur Vera.

Dikatakan Vera, penyebab anak tantrum bisa dilihat identitas klinisnya yakni apakah anak memiliki gangguan perkembangan seperti ADHD dan autisme.

"Anak seperti itu biasanya akan terhambat komunikasinya sehingga dia pasti lebih mudah tantrum karena sukar mengekspresikan emosi negatif," tutur Vera.

Jika anak tantrum perlu dilihat apakah kemampuan berbahasa si anak ini sudah berkembang atau belum. Sebab, anak yang kemampuan berbahasanya belum berkembang ketika berkomunikasi akan lebih sulit dipahami sehingga ia cenderung tantrum.

Jika anak tantrum perlu dilihat apakah kemampuan berbahasa si anak ini sudah berkembang atau belum. Sebab, anak yang kemampuan berbahasanya belum berkembang ketika berkomunikasi akan lebih sulit dipahami sehingga ia cenderung tantrum.

Masing-masing anak dikatakan Vera memiliki temperamen bawaan. Nah, pada anak yang tantrum mereka cenderung bertemperamen bawaan keras yang memiliki ambang toleransi terhadap lingkungan yang rendah.
 
"Anak lain kalo nangis biasa siang hari atau pas malam, tapi anak dengan temperamen bawaan yang keras, nangisnya itu ngaak biasa, kenceng banget, beda sama anak lainnya,' kata Vera.

Masing-masing anak dikatakan Vera memiliki temperamen bawaan. Nah, pada anak yang tantrum mereka cenderung bertemperamen bawaan keras yang memiliki ambang toleransi terhadap lingkungan yang rendah.
 
"Anak lain kalo nangis biasa siang hari atau pas malam, tapi anak dengan temperamen bawaan yang keras, nangisnya itu ngaak biasa, kenceng banget, beda sama anak lainnya,' kata Vera.

Vera menegaskan model pengasuhan yang tidak memberi model bagaimana caranya mengekspresikan emosi negatif seperti kesal, sebal, atau marah.

"Anak nangis misalnya itu kan ada sebabnya, harus dibiasakan apa sih yang membuat dia nangis lalu diutarakan dalam bentuk verbal. Regulasi emosi harus dibangun sejak dua tahun pertama," tutur Vera.

Vera menegaskan model pengasuhan yang tidak memberi model bagaimana caranya mengekspresikan emosi negatif seperti kesal, sebal, atau marah.

"Anak nangis misalnya itu kan ada sebabnya, harus dibiasakan apa sih yang membuat dia nangis lalu diutarakan dalam bentuk verbal. Regulasi emosi harus dibangun sejak dua tahun pertama," tutur Vera.

(rdn/up)

Berita Terkait