"Masih ada yang tidak tahu apa sebenarnya stunting itu. Mungkin memang karena belum dikenalkan atau memang sulit mengingatnya. Masyarakat lebih kenal istilah lain seperti pendek, cebol, kerdil atau capul," ujar Minarto.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Stunting (PKGBM) MCA-Indonesia tersebut berdasarkan hasil riset yang dilakukan atas kerja sama Kementerian Kesehatan RI, Universitas Indonesia dan (MCA)-Indonesia di beberapa provinsi Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum populernya stunting sebagai salah satu masalah kesehatan terkait gizi buruk pada anak juga meluas di kalangan kader-kader beberapa posyandu. Sebagian dari mereka pun belum mengenal istilah stunting. Akibatnya, pengukuran panjang dan tinggi badan pada anak belum dilakukan secara merata dan rutin.
"Masih ditemui juga adanya anjuran pemberian susu formula sebagai makanan/minuman pralaktal oleh bidan. Ini katanya agar bayi kenyang," terang Minarto.
Padahal stunting pada anak menurut Direktur Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak Kemenkes RI, Doddy Izwardi, merupakan salah satu pemicu risiko penyakit tidak menular atau PTM pada orang dewasa.
"Stunting itu mengerikan, data Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 mengatakan ada 8,6 juta anak stunting di Indonesia. Kalau dia pendek dan gemuk, nanti dewasanya rentang kena penyakit tidak menular seperti kanker, jantung, diabetes, dan hipertensi yang pengobatannya seumur hidup," paparnya, saat ditemui di Gedung MR21, Jl Menteng Raya, Jakarta, seperti dikutip Sabtu (24/1/2015).
(ajg/up)











































