Keanehan terjadi saat gadis kecil ini menginjak empat tahun. Si kecil tak bisa diajak lama-lama di luar rumah. Padahal di usia itu, anak-anak seharusnya lebih banyak menghabiskan waktunya di luaran.
"Di luar rumah 20 menit saja, ia akan langsung bilang, "Saya terbakar!" kenang sang ibu, Andrea Fulkerson. Andrea bahkan ingat putrinya 'menjerit tak terkendali seperti habis tertabrak mobil'.
Pada akhirnya putrinya yang bernama Savannah itu akan menangis selama berjam-jam. Andrea mengaku sudah membawa Savannah ke puluhan dokter anak dan dokter spesialis lain untuk mengetahui apa yang membuat putrinya menjadi seperti itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun setelah serangkaian tes yang dilakukan kurang lebih selama lima tahun, Andrea akhirnya menemukan jawabannya di Children's Hospital of Los Angeles. Di sanalah Savannah didiagnosis dengan sebuah kondisi langka yang disebut Erythropoietic Protoporphyria (EPP).
Baca juga: Jus Jeruk dan Anggur Tingkatkan Risiko Kanker Kulit? Ini Kata Ahli
Andrea lega karena akhirnya putrinya mendapatkan diagnosis yang tepat, kendati kondisi ini belum ada obatnya. "Setidaknya saat ini saya bisa melindungi Savannah dari sinar matahari," tutur Andrea kepada KABC-TV dan dikutip pada Jumat (3/7/2015).
Kini, di usianya yang menginjak 11 tahun, kondisi Savannah memang tak seburuk saat masih belia. Ia tak hanya menghabiskan waktu di dalam rumah saja, tetapi mulai aktif dalam tim cheerleading dan senam, sepanjang latihan hanya dilakukan di dalam ruangan.
Kendati demikian, Savannah masih kesulitan untuk membaur dengan teman-temannya di luar ruangan. Jika ia ingin berenang, maka ia pun harus menunggu hingga matahari terbenam.
"Saya berharap semoga ada yang bisa menemukan penyembuhnya, karena saya tidak mau hidup seperti ini selamanya. Ini sangat berat," kata Savannah.
Baca juga: Agar Tak Banyak Keringat Saat Puasa, Batasi Aktivitas di Luar Ruangan
Dokter yang menangani Savannah, dr Minnelly Luu menerangkan bahwa EPP bersifat genetik atau turunan, namun yang diserang adalah salah satu komponen dari sel darah yang mengakibatkan bocornya racun yang disebut protoporphyrin. Racun inilah yang membuat pasien menjadi sangat peka terhadap sinar matahari.
"Reaksi kimia itulah yang menghasilkan kerusakan pada kulit serta sejumlah organ lain," paparnya. Namun dr Luu tak sepakat bila kondisi ini dianggap sebagai alergi, sebab reaksi ekstrim pada kulit dipicu oleh gangguan pada sistem kekebalan.
Gejala yang sering terlihat pada pasien EPP antara lain pembengkakan, kulit memerah atau timbulnya sensasi terbakar ketika terkena sinar matahari.
(lil/vta)











































