Psikiater anak dan remaja di Klinik Tumbuh Kembang & Edukasi Terpadu RS Pondok Indah, dr Ika Widyawati SpKJ(K) mengatakan pada dasarnya otak memiliki cabang yang nantinya terhubung dengan cabang lain guna menyampaikan impuls. Namun, di antara cabang otak tersebut masih ada celah yang diisi oleh neurotransmitter, salah satunya dopamin.
"Jumlah dan macam neurotransmitter ini belum ditemukan semua. Tapi, pada anak autisme salah satunya diketahui bahwa kadar dopaminnya berlebihan yang mengakibatkan terhambatnya penyampaian impuls," terang dr Ika dalam temu media di Plaza Senayan, Jakarta, Kamis (31/3/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Terapi Anak Autisme dengan Yoga, Bisakah?
Untuk mengetahui progres anak, memang tidak ada deteksi melalui pemeriksaan laboratorium tetapi bisa dilakukan deteksi secara klinis. Jika setelah diberi terapi, anak menunjukkan kemajuan seperti saat dipanggil ia mulai menengok dan sudah mulai bisa menunjuk ke objek yang jauh maka dosis obat oral tersebut bisa diturunkan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada anak autisme, gangguan yang terjadi di otak bisa pada amygdala yang berguna mengatur emosi, dan ada pula yang menunjukkan gangguan pada hippocampus yang berguna untuk proses belajar. Sehingga, agar anak bisa tumbuh dengan optimal, dukunan dari orang tua serta terapi yang ajeg amat diperlukan.
"Kalau kondisi ekonomi keluarga kurang, sekarang kan ada BPJS. Itu meringankan lho. Untuk sekolah, asal anak bisa bicara dan IQ-nya tidak terlalu rendah bisa dimasukkan ke sekolah negeri. Kalau tidak ya kita masukkan ke Sekolah Luar Biasa memang. Patut diingat ketika anak sekolah lalu dia merasa dimanusiakan dan mendapat perlakuan baik dari sekitarnya, kondisinya pasti jauh lebih baik," tutur dr Ika.
Untuk anak sampai usia 3 tahun, dr Ika secara pribadi lebih memilih menggunakan istilah Multi System Development Disorder (MSDD) ketimbang Gangguan Spektrum Autistik (GSA). Sebab, dengan memberi cap autisme pada seorang anak sejak kecil, orang tua bisa tidak semangat lagi untuk memberi tatalaksana bagi buah hatinya.
"Autistik itu kan derajatnya berbeda. Semakin dini kita tangani, hasilnya semakin bagus. Misal anak hanya terlambat bicara saja atau ada gangguan pada konsentrasinya, setelah diterapi sudah oke, jadi nggak perlu kita langsung beri label anak autisme," kata dr Ika.
Baca juga: Definisi Autis Dipersempit, akan Banyak Pasien Tak Masuk Kriteria (rdn/up)











































