Menurut psikolog anak dan keluarga dari Pion Clinician, Astrid W.E.N, MPsi, Psikolog, anak senang belajar sesuatu melalui simbol, bukan huruf dan angka. Nah, di gadget, 'bahasa' yang digunakan adalah simbol.
"Kapan masuk ke permainan, log out, itu kan pakai simbol ya. Jadi sebenarnya kalau anak 2 tahun udah jago main gadget, orang tua nggak perlu berbangga. Tapi memang sih, khususnya ibu-ibu itu senang berkompetisi ya," kata Astrid.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal penelitian menyebutkan tidak ada perubahan signifikan terhadap kepintaran anak ketika anak di bawah usia 2 tahun diberi gadget. Lagipula, anak batita kan butuh eksplorasi nyata," kata psikolog lulusan Universitas Indonesia ini.
Namun, bukan berarti orang tua mesti anti dengan gadget. Astrid menuturkan, boleh saja orang tua menggunakan gadget tapi baiknya, informasi yang didapat di gadget diwujudkan dalam bentuk pengalaman nyata ke anak.
Baca juga: Infografis: Perlu Tahu, Tipe-tipe Kecanduan Gadget yang Bisa Dialami Anak
Dicontohkan Astrid, orang tua bisa mengajak anak bernyanyi sekaligus menggerakkan badan bersama dengan mencontoh tayangan di situs Youtube misalnya. Atau, membuat stiker berbagai bentuk yang inspirasinya didapat dari gadget.
"Anak itu kan melihat. Saat dia tahu orang tuanya sepert asyik main gadget, dia jadi penasaran dan ikutan. Ditambah gadget menggunakan simbol, anak lebih mudah mempelajari dan saat kita pegang gadget kan kita pegang kontrol dan power. Itu kenapa akhirnya anak senang dengan gadget," tutur Astrid.
Astrid mengungkapkan, berdasarkan data studi mahasiswa psikologi UI di tahun 2013 tentang preferensi orang tua dalam memilih mainan, ditemukan bahwa sebagian beaar orang tua membeli gadget supaya anaknya pintar. Asosiasi yang dimiliki orang tua yakni gadget membuat anak pintar.
"Gadget dijadikan alat pertama permainan anak. Selanjutnya, jenis mainan yang dipilih mainan balok-balokan. Justru mainan seperti boneka handuk yang bisa memberi anak ketenangan, bisa merangsang sensorik anak, tidak jadi favorit," tutur Astrid.
Baca juga: Kapan Sebaiknya Anak Diizinkan Memiliki Gadget Sendiri?
(rdn/vit)











































