"Kalau orang tua mendapati anak melakukan self stimulating behavior di ruang tamu misalnya, ajak anak ke kamar dan katakan bahwa kamu boleh melakukannya di kamar. Kan bolehnya di situ aja," kata psikolog anak dan remaja dari RS Mayapada Jakarta Selatan, Adisti F Soegoto MPsi, Psikolog, BFRP.
Atau, orang tua juga bisa mengalihkan anak ke kegiatan lain. Sebab, Disti mengatakan dorongan seksual sejatinya merupakan energi yang butuh disalurkan. Untuk meminimalkan peluang anak melakukan self stimulating behavior, orang tua juga bisa memberi beragam kegiatan positif. Misalnya, olahraga atau menyalurkan hobi si remaja seperti melukis atau fotografi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kadang kala, ketika melihat sang anak melakukan self stimulating behavior, orang tua sontak teriak, menarik tangan anak agar ia menghentikan apa yang dilakukan, bahkan kadang memarahi sang anak.
Menurut Disti, memang tujuan dilakukan hal itu agar si anak bisa menghentikan apa uang dia lakukan. Namun, di samping itu ada pesan tersirat yang bisa dirasakan si anak bahwa tubuhnya kotor. Sehingga, anak menganggap tubuh dan seksualitas adalah hal yang kotor dan menjijikkan.
Disti mengatakan semua remaja dewasa baik memiliki autism spectrum disorder (ASD) atau tidak, mereka pasti memiliki dorongan seks yang merupakan naluri yang wajar dan alami. Hanya saja pada individu dengan ASD, impuls kontrolnya rendah.
"Dalam artian mereka sulit mengendalikan dirinya ketika ada hasrat dan keinginan mereka akan melakukan. Itulah kenapa kapan dan di mana saja mereka bisa melakukan self stimulating behavior seperti masturbasi," kata Disti yang juga praktik di Klinik Tumbuh Kembang Kancil, Duren Tiga ini.
Baca juga: Saat Anak Autis Marah, Bisakah Picu Kekerasan? (rdn/vit)











































