"Kalau anak sudah bisa jalan, jangan dianggap urusan selesai. Bukan gitu. Setelah jalan, anak harus bisa lari, lompat, meluncur, melompat dan seterusnya," kata dr Luh Karunia Wahyuni SpKFR(K) dari RS Bunda Jakarta.
Untuk itu, penting bagi orang tua memberi kesempatan anak melakukan kegiatan tersebut. Jika tidak, keterampilan anak saat main basket, mengejar kereta, naik turun tangga, atau bermain petak umpet bersama temannya tidak terasah, demikian diungkapkan dr Luh dalam Parenting Class 'Merawat dan Bermain Bersama Bayi dan Batita' yang diselenggarakan Klinik dr Tiwi dan Merries di Casa Grande, Kota Kasablanka, Jakarta, Rabu (17/5/2017).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Begini Dampaknya Jika Ortu Terlalu Membatasi Makanan Anak
"Atau nggak boleh lari, lompat, karena takut jatuh, kotor, diculik orang misalnya. Jadinya, harusnya anak sudah bisa lari balik lagi ke duduk lagi," tambah dr Luh.
Padahal, duduk merupakan perkembangan anak umur 7 bulan. Begitu juga ketika anak usia 2 tahun lebih banyak didudukkan, secara tidak sadar orang tua tidak melakukan stimulasi tapi melakukan proses degenerasi alias diturunkan perkembangan motoriknya ke umur 7 bulan.
"Akibatnya hanya motorik anak saja yang mundur? Nggak. Tapi juga emosi, perilaku, kemampuan bicara dan bahasanya. Artinya setelah anak bisa jalan harus ada pertumbuhan ke sana (lari, lompat, dan lainnya). Karena nggak boleh lari, cuma jalan sana sini, anak usia 3 tahun jadinya kayak anak usia 1 tahun," tutur dr Luh.
Baca juga: Masih Ragu Menyusui Buah Hati? Ini Daftar Kandungan 'Top' ASI
(rdn/up)











































