"Pertama, apabila disertai muntah, awas muntahnya hijau, kuning, berdarah atau terlalu sering. Jangan-jangan ada inflamasi yang berat. Kedua, perubahan feses atau kotoran menjadi keras. Mungkin karena terjadi konstipasi," tutur Prof dr Muhammad Juffrie, Sp.A (K), Ph.D., dalam Seminar Kebijakan dan Asuhan Nutrisi Sejak Kehamilan dan Tumbuh Kembang Anak di Hotel Grand Quality Yogyakarta, dan ditulis Selasa (29/4/2014).
Namun Prof Juffrie menerangkan banyak bayi yang mengalami konstipasi atau sembelit, padahal hanya mengonsumsi ASI yang konon bisa memudahkan anak untuk buang air.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebaliknya feses yang terlalu cair, berlendir bahkan sampai berdarah pun perlu dicurigai sebagai penyebab kolik kronis lainnya.
Keempat, suhu tubuh yang tidak normal, baik terlalu rendah maupun terlalu tinggi. Dan waspadai bila anak rewel terus-menerus atau bahkan diam sama sekali, tak mau menangis.
"Yang terakhir, berat badan tidak naik-naik," sambung Prof Juffrie.
Selain itu, orang tua tak boleh menyepelekan bayi yang terkena konstipasi. Jika ini didiamkan, maka akan menyebabkan konstipasi kronis pada saat memasuki usia kanak-kanak.
"Karena anak bisa kecirit (buang air besar sedikit-sedikit di celana) atau ngebrok (tidak sadar tahu-tahu sudah ada feses di celana). Selain membuatnya depresi, anak akan dijauhi teman-temannya karena bau yang diakibatkan kondisi tadi," tegasnya.
Pada akhirnya ini akan juga akan menyebabkan keluarganya depresi, dan pengobatannya sendiri bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan.











































