Sementara itu, data Centers for Disease Control and Prevention menunjukkan kasus batuk rejan di tahun lalu mengalami peningkatan sampai 15 persen.
Tim peneliti dari Aarhus University Hospital mencoba melihat hubungan batuk rejan yang dialami bayi dengan risiko epilepsi saat mereka dewasa. Mereka menganalisis riwayat kesehatan 4.700 pasien yang lahir di antara tahun 1978 dan 2011. Semua pasien didiagnosis batuk rejan sebelum berusia 6 bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meskipun belum sepenuhnya diketahui jelas bagaimana batuk rejan bisa membuat anak berisiko lebih tinggi mengalami epilepsi, hipotesa kami yakni batuk rejan dipengaruhi salah satunya oleh kekurangan oksigen dalam darah. Kadar okisgen yang rendah dalam darah pada gilirannya bisa menyebabkan kerusakan otak ringan," tulis peneliti dalam laporannya.
Baca juga: Ini yang Harus Dilakukan Orang Tua Jika Anak Mengidap Epilepsi
Sementara, profesor pediatri di David Geffen School of Medicine, Los Angeles, dr James D Cherry, yang tidak terlibat dalam penelitian ini mengatakan masuk akal jika risiko epilepsi yang dialami anak ketika dewasa berkaitan dengan batuk rejan atau pertusis yang mereka alami.
"Infeksi yang bisa terjadi pun dapat meningkatkan risiko komplikasi lain pada otak, misalnya ketebelakangan mental," kata Prof Cherry kepada Reuters dan dikutip pada Jumat (6/11/2015).
Batuk rejan atau pertusis merupakan penyakit pernapasan menular yang disebabkan bakteri Bordetella pertussis. Kondisi ini membuat pasien mengalami batuk yang keras dan tidak terkendali. Segala usia bisa berisiko terkena penyakit ini. Pada anak di bawah usia 1 tahun, batuk rejan akan amat berbahaya jika penanganannya tidak tepat. Untuk mencegah batuk rejan, amat disarankan anak-anak mendapatkan vaksinasi.
Baca juga: Wabah Batuk Rejan Mengincar Anak-Anak
(rdn/up)











































