Peneliti dari Inggris menilai bagi yang bersangkutan, moody bukanlah kelemahan mereka, tetapi cara itu memudahkannya beradaptasi dengan kondisi dunia yang cenderung dinamis seperti halnya mood mereka.
Ini artinya ketika situasi sedang membaik, maka orang-orang yang moody akan mencari lebih banyak pengalaman dan mengambil risiko ketimbang mereka yang tidak moody. Sebaliknya ketika mereka berada dalam situasi sulit, mereka akan cenderung menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan atau tidak disukai untuk menyimpan energinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti mengambil contoh dari pialang saham. Karena optimis transaksinya akan berhasil, ia pun berani mengambil risiko yang lebih besar. Dan pada akhirnya hal ini akan memberinya keuntungan maksimal. Pialang saham semacam ini juga lebih mudah beradaptasi dengan kondisi pasar yang juga cenderung berubah-ubah dalam waktu singkat.
"Menjadi moody di saat-saat tertentu rupanya membantu kita beradaptasi dengan cepat, terutama saat dihadapkan pada perubahan-perubahan lingkungan yang penting, entah terkait pekerjaan, status sosial sampai rumah tangga," papar peneliti Dr Eran Eldar dari University College London.
Baca juga: Wah, Kandungan Probiotik Dalam Yoghurt Pengaruhi Mood dan Cegah Depresi
Namun Eldar dan timnya juga mengakui bahwa sikap moody juga bisa merusak. Semisal karena memperlihatkan mood negatif secara terus-menerus, seseorang akan dianggap sebagai sosok yang lebih buruk dari karakter mereka sebenarnya.
Di sisi lain, Eldar meyakini bahwa bila peneliti dapat menggali berbagai hal tentang fungsi mood atau suasana hati, maka ilmuwan bisa memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang gangguan mood.
"Siapa tahu dengan pendekatan ini kita bisa mengungkap individu mana yang lebih rentan mengalami gangguan bipolar maupun depresi," pungkasnya seperti dikutip dari Telegraph, Jumat (6/11/2015).
Baca juga: Lelah karena Sering Moody? Begini Cara Ampuh Mengatasinya
(lll/vit)











































