Ralp Steinman (68 tahun) meninggal pada Jumat pekan lalu setelah berjuang selama 4 tahun dengan kanker pankreas. Komite Nobel sendiri tidak mengetahui hal tersebut sampai akhirnya pengumuman Nobel pada Senin (3/10/2011).
Dengan kondisi tersebut, Steinman tidak pernah tahu bahwa kerja kerasnya selama ini telah diberi penghargaan tertinggi, sekaligus ia menjadi orang pertama setelah setengah abad yang memenangkan hadial Nobel anumerta. Hal ini karena dalam aturan Nobel hanya boleh diberikan pada orang yang masih hidup.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami ingin ia berada disini untuk ini dan saya tahu saya harus bertahan untuk itu karena mereka tidak akan memberikanya pada Anda jika sudah meninggal," ujar putrinya Alexis Steinman (34 tahun), seperti dikutip dari Reuters, Selasa (4/10/2011).
Komite Nobel menghubungi Steinman pada pagi hari untuk memberitahu bahwa ia memenangkan Nobel 2011 di bidang Kesehatan, tapi ternyata komite mengetahui bahwa ia sudah meninggal. Setelah berkonsultasi akhirnya Steinman tetap menerima hadiah Nobel dan uang sebesar tiga perempat juta dollar yang diserahkan ke ahli warisnya.
Steinman didiagnosis kanker pankreas 4 tahun lalu, dan selama ini hidupnya diperpanjang dengan menggunakan imunoterapi berbasis dendritic-cell yang ia rancang sendiri. Ia mengalami kehilangan kesadaran pada hari Kamis (29/9/2011) hingga akhirnya ia meninggal keesokan harinya dan dikelilingi oleh keluarganya.
Steinman memberikan kontribusi dalam peluncuran vaksin pertama yang disetujui untuk membunuh tumor. Ia bekerja bersama dengan dua rekannya yaitu Jules Hoffman dan Bruce Beutler.
Ketiga peraih penghargaan ini telah mengembangkan jenis vaksin yang bisa melawan penyakit menular dan pendekatan baru untuk memerangi kanker. Studi ini mengembangkan 'therapeutic vaccines' yang merangsang sistem kekebalan untuk menyerang tumor.
Pemahaman yang lebih baik tentang kompleksitas sistem kekebalan tubuh juga telah memberikan petunjuk untuk mengobati penyakit inflamasi, seperti rheumatoid arthritis yang mana sistem kekebalan tubuh menyerang jaringannya sendiri.
"Kemungkinan hasil penelitian ini mengarah pada pengobatan baru untuk penyakit peradangan dan autoimun serta pengobatan untuk jenis penyakit lainnya," ujar Beutler.
(ver/ir)











































