Kedatangannya ke Padang kali ini akan melakukan operasi pada 600 penderita katarak di Rumah Sakit Militer Padang secara gratis. Ini adalah yang ketiga kalinya ia melakukan operasi katarak massal di Indonesia.
Sebelumnya Dr Ruit telah melakukan hal serupa sebanyak 2 kali di tahun 2011. Dalam misi-misi medis sebelumnya, Dr Ruit sudah mengoperasi 1.600 masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dr Ruit memiliki minat yang tinggi untuk menolong lebih banyak orang lagi, terutama orang-orang yang mengalami kebutaan akibat katarak agar bisa melihat kembali, karena itu ia dikenal sebagai 'God of Sight'.
Melalui teknik sayatan kecil yang ia ciptakan, kini ia bisa membantu sekitar 3-4 juta orang di dunia untuk bisa melihat kembali. Kebanyakan pasien yang ditolongnya ini tinggal di negara berkembang yang mana mengalami kebutaan tapi tidak bisa melakukan operasi karena tidak memiliki biaya.
Katarak adalah gangguan mata yang menjadi penyebab paling umum kebutaan. Tapi Dr Sanduk Ruit berhasil menciptakan teknik operasi mata yang bisa diterapkan di masyarakat meski ia berasal dari negara miskin, Nepal.
Dr Ruit mengembangkan teknik operasi katarak melalui pembuluh darah vena dengan menciptakan sayatan kecil atau dikenal dengan nama small inscision cataract surgery (operasi katarak sayatan kecil) dengan mengeluarkan katarak yang ada di mata lalu mengimplan lensa yang baru, sehingga pasien katarak bisa melihat kembali.
Katarak yang berada di mata bersifat keras, sehingga bisa dipastikan bagaimana tersiksanya pasien katarak. Lama kelamaan katarak ini bisa mempengaruhi penglihatan dan menyebabkan kebutaan.
"Awalnya banyak tantangan, ada yang tidak percaya dengan implan lensa ini karena Nepal adalah negara miskin," ujar Dr Sanduk Ruit dalam acara media briefing dengan Dr Ruit di Hotel Four Season, Jakarta, Selasa (10/1/2012).
Dr Ruit mengembangkan ide International Standard Intraocular Lens (IOL) yang bahannya bisa diproduksi oleh negara berkembang dan mampu menggantikan fungsi lensa mata yang rusak.
Dengan bahan tersebut maka biaya operasi katarak yang dilakukan di negara berkembang akan menjadi lebih murah, karena lensanya memiliki harga seperlima lebih murah dibanding dengan harga lensa phco.
"Menurunkan biaya bukan berarti menurunkan kualitas, karena kualitas adalah hal yang paling penting, dan saya sering mengulang-ulang hal tersebut," ujar Dr Ruit yang menjadi Direktur Medik untuk Ophtalmology di Institut Tilganga Kathmandu, Nepal.
Teknik operasi katarak sayatan kecil ini memiliki hasil yang sama bagusnya dengan teknik phcoemulsification tapi tanpa menggunakan mesin besar yang mahal karena bisa dilakukan secara manual dengan mikroskop portable sehingga bisa digunakan untuk komunitas atau di masyarakat.
Saat ini teknik yang diciptakan oleh Dr Ruit sudah dikenal secara internasional terutama di negara berkembang karena berbiaya murah dan waktu penyembuhan yang lebih cepat. Selain itu telah membantu menormalkan dan menyembuhkan penglihatan lebih dari 100.000 orang serta melatih ribuan tenaga medis.
"Kebutaan akibat katarak diperkirakan akan naik 2 kali lipat pada tahun 2020, karena peningkatan penduduk akan meningkatkan jumlah katarak," ujar dokter yang pernah mendapatkan penghargaan Asian of the Year pada tahun 2007 dari Reader's Digest.
Dalam kedatangannya ke Indonesia kali Dr Ruit juga bekerjasama dengan Militer Indonesia dan pejabat kesehatan lokal untuk membantu melatih 50 dokter di Indonesia melakukan operasi katarak dengan metode sayatan kecil sehingga bisa membantu pasien yang mengalami katarak di daerah lainnya.
"Penglihatan adalah salah satu hal yang sama-sama dibutuhkan baik oleh orang kaya atau orang miskin, dengan teknik ini operasi katarak bisa lebih maju dengan harga yang terjangkau," ujar Dr Ruit yang mendapat penghargaan Ujjwol Kirtimaya Rashtra Deep Award tahun 2010.
Riwayat Hidup
Dr Ruit lahir pada tahun 1955 (56 tahun) dari orangtua yang tidak berpendidikan yang tinggal di daerah Taplejung District of northeast Nepal, yang merupakan sebuah daerah pegunungan di Nepal yang sangat miskin dan terpencil.
Ayahnya merupakan seorang pengusaha kecil yang menempatkan prioritas pendidikan untuk anak-anaknya. Awalnya Dr Ruit memiliki cita-cita jadi seorang pilot ketika masih sekolah.
Tapi kematian kakaknya akibat diare dan adiknya akibat tuberculosis pada tahun 1964, serta penderitaan adiknya akibat pneumonia membuatnya memutuskan untuk menjadi seorang dokter.
Pada tahun 1969, Dr Ruit menerima School Leaving Certificate dari Siddhartha Vanasthali School di Kathmandu, Nepal dan kemudian mendapatkan pendidikan di India pada tahun 1981 di All India Institute of Medical Sciences, serta dilanjutkan dengan belajar di Belanda, Australia dan Amerika Serikat serta ia dibimbing oleh Profesor di Australia yaitu Dr Fred Hollows.
Bersama dengan Dr Fred Hollows ini ia mengembangkan strategi berupa operasi katarak dengan sedikit pembedahan yaitu berupa sayatan kecil sehingga membantu pasien katarak yang buta agar bisa melihat lagi.
Ia pun menikahi seorang perawat bagian mata untuk menjadi istrinya pada tahun 1987, sang istri pula yang menjadi pilar kekuatan baginya dalam menghadapi hari-hari sulit sementara ia mengejar proyek mimpinya di Tilganga.











































