Salah satu contohnya adalah yang terjadi di Jawa Timur akhir tahun 2011 lalu. Difteri merebak sampai pemda Jawa Timur harus menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB). KLB dikeluarkan apabila terjadi peningkatan jumlah kasus yang sebelumnya tidak ada lalu mengalami peningkatan pesat atau jumlah kasus mengalami peningkatan 2 kali lipat dalam waktu 1 tahun.
"Difteri bisa disebarkan melalui percikan atau saluran nafas, seperti batuk atau bersin dari seseorang yang sakit atau pembawa bakteri. Penyakit ini juga dapat ditularkan lewat makanan atau bahan makanan yang tercemar," kata dr Hindra Irawan Satari, SpA(K), dokter spesialis anak konsultan penyakit infekai dan pediatri tropis di RSCM dalam acara seminar media mengenai diare dan difteri di kantor Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Jl Dempo No 13 Matraman, Jakarta, Rabu (18/4/2012).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saking bahayanya penyakit ini, semua orang yang melakukan kontak dengan penderita atau orang yang terinfeksi harus diisolasi atau disterilkan selama 10 hari. Infeksi yang tidak diobati selama 6 hari meningkatkan risiko kematian sebesar 30%.
Difteri sebenarnya merupakan penyakit lama yang sudah ada vaksin penangkalnya yang disebut vaksin DPT. Idealnya, vaksin ini diberikan minimal 3 kali seumur hidup sejak berusia 2 tahun. Vaksin ini akan lebih manjur jika diberikan setiap 10 tahun.
"Seharusnya saat dewasa semua orang mendapat vaksinasi lagi dengan dosis yang berbeda pula. Namun di Indonesia, vaksin difteri untuk dewasa ini sedang dalam tahap lisensi," kata dr Hindra.
Untuk mengenali gejala difteri, diperlukan uji laboratorium. Gejala-gejala fisik yang dapat diamati adalah kulit membiru, keluar cairan berdarah dari hidung, sesak, menggigil, batuk kering, demam, nyeri menelan dan luka pada kulit.











































