Stem Cell: Mengubah Hal-hal yang Tidak Mungkin Jadi Mungkin

Stem Cell: Mengubah Hal-hal yang Tidak Mungkin Jadi Mungkin

- detikHealth
Kamis, 19 Apr 2012 14:59 WIB
Stem Cell: Mengubah Hal-hal yang Tidak Mungkin Jadi Mungkin
Ilustrasi (dok: Thinkstock)
Jakarta - Banyak manfaat yang bisa diperoleh dari riset-riset pengembangan stem cell atau sel punca, khususnya di bidang kesehatan. Teknologi mutakhir ini dianggap bisa mengubah hal-hal yang semula tidak mungkin menjadi mungkin.

"Stem cell ini adalah sebuah terobosan yang dianggap bisa mematahkan teori-teori sebelumnya," kata Prof dr Amin Soebandrio, SpMK, Staf Ahli Kemenristek Bidang Kesehatan dan Obat dalam kick-off Ristek-Kalbe Science Award (RSKA) 2012 di Kemenristek, Kamis (19/4/2012).

Dengan terobosan seperti stem cell atau sel punca, Prof Amin menilai hal-hal yang semula tidak mungkin bisa menjadi mungkin. Misalnya saraf putus, kalau semula tidak mungkin diapa-apakan lagi maka dengan stem cell kondisi itu bisa diperbaiki.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Riset-riset pengembangan stem cell menurut Prof Amin juga cukup berkembang di Indonesia. Terbukti di beberapa rumah sakit, stem cell sudah mulai digunakan sebagai terapi untuk mengatasi berbagai gangguan fungsi organ akibat proses penuaan maupun penyakit lain.

"Saraf putus karena kecelakaan, sekarang bisa disambung lagi dengan stem cell. Orang tua yang sendinya mulai keropos, juga bisa pakai stem cell. Kalau ke bagian ortopedi di RSCM (RS Cipto Mangunkusumo) misalnya, itu beberapa dokter sudah menggunakan stem cell untuk mengobati pasiennya," kata Prof Amin.

Namun diakui oleh Prof Amin, pengembangan stem cell saat ini belum menjadi prioritas utama bagi Kemenristek. Di bidang kesehatan, Kemenristek masih memprioritaskan 4 hal yakni pengembangan vaksin, obat malaria, obat-obat berbahan alam dan juga alat kesehatan.

Vaksin yang saat ini paling mendesak untuk dikembangkan adalah vaksin flu burung, lalu dalam jangka panjang juga akan dikembangkan vaksin hepatitis dan vaksin baru untuk Tuberculosis (TB) untuk menggantikan BCG (Bacille Calmette-Guerin) yang dianggap mulai tidak efektif.

Pengembangan obat malaria yang tengah dikawal oleh Kemenristek adalah Artemisinin dari tanaman Artemisia. Obat ini mendapat prioritas karena di berbagai wilayah, kuman-kuman malaria sudah mulai resisten dengan obat-obatan yang tersedia saat ini.

Sedangkan untuk alat kesehatan, Kemenristek tengah mengembangkan USG (Ultrasonografi) portabel untuk dipakai di daerah-daerah terpencil. Tidak hanya ukurannya yang ringkas dan bisa dibawa ke mana-mana, alat ini nantinya bisa terhubung dengan ponsel sehingga datanya bisa dikirim ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai untuk analisisnya.


(up/ir)

Berita Terkait