Secara rinci studi yang berlangsung selama 41 tahun dan dipublikasikan dalam jurnal Lancet tersebut mengungkapkan bahwa perbandingan antara pasien epilepsi dan orang sehat yang meninggal dini adalah 9 persen dibanding 0,7 persen. Demikian dilansir Telegraph, Senin (22/7/2013).
Peneliti juga menemukan bahwa pasien epilepsi dan orang yang mengalami gangguan kesehatan akibat penyalahgunaan obat-obatan serta alkohol berpeluang 22 kali lebih besar meninggal dunia dibandingkan orang-orang yang tidak mengidap keduanya. Selain itu, pasien epilepsi berpeluang empat kali lebih besar untuk meninggal karena bunuh diri dibandingkan orang yang tidak mengidap epilepsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Studi kami juga menonjolkan pentingnya mempertimbangkan percobaan bunuh diri dan kecelakaan yang tidak disebabkan kendaraan bermotor sebagai penyebab utama kematian pasien epilepsi yang bisa dicegah," tambahnya.
Setelah mengamati 69.995 pasien epilepsi yang lahir di Swedia antara tahun 1954-2009, peneliti menemukan bahwa bunuh diri dan kecelakaan bertanggung jawab terhadap kematian pasien epilepsi sebesar 16 persen.
Tiga per empat di antaranya juga didiganosis mengidap gangguan psikiatri seperti depresi. Bahkan faktor inilah yang dikategorikan sebagai penyebab kematian paling umum dari pasien epilepsi tapi tidak berkaitan langsung dengan epilepsi itu sendiri.
Studi terpisah yang dilakukan sebelumnya juga memperingatkan bahwa anak-anak yang ibunya minum obat anti-epilepsi selama masa kehamilan diprediksi akan menghadapi risiko tinggi untuk mengidap autisme.
Ketika mencapai usia tiga tahun, anak-anak pun berpeluang empat kali lebih besar untuk memperlihatkan gejala-gejala autisme jika ibunya mengonsumsi obat-obatan untuk mengendalikan kejang akibat epilepsi yang dialaminya.











































