Studi baru yang dilakukan peneliti di Swiss melihat catatan rumah sakit selama lima tahun dan ditemukan lebih banyak pasien dengan kasus radang usus atau Inflammatory Bowel Disease (IBD) selama terjadinya musim panas.
"Penelitian ini menunjukkan dengan jelas bahwa perubahan iklim mungkin berdampak serius pada kesehatan manusia yang belum dipahami sampai sekarang," kata Thomas Frei, ahli iklim yang ikut andil dalam studi sementara di Swiss National Weather and Climate Service.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibatnya, terjadi peradangan kronis pada usus dan terkadang juga terjadi pada bagian pencernaan lainnya seperti hati. The Centers for Disease Control and Prevention memperkirakan bahwa lebih dari satu juta orang di Amerika memiliki radang usus.
Sementara itu, gastroenteritis atau radang saluran cerna mempengaruhi sekitar 179 juta orang di Amerika setiap tahun. Infeksi ini bisa disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit. Anak-anak dan orang tua berada pada risiko tinggi terkena komplikasi yang disebabkan oleh infeksi usus.
Pada studinya, para peneliti melihat catatan dari 738 orang yang dirawat di University Hospital of Zurich tahun 2001 sampai 2005 dengan kasus radang usus termasuk Crohn dan kolitis ulserativa. Sebanyak 786 pasien mengaku menderita infeksi usus. Sementara itu, data suhu dikumpulkan dari badan meteorologi Zurich.
Saat itu, ada 17 gelombang panas dan berlangsung hingga 19 hari. Selama gelombang panas, pasien dengan kasus infeksi usus dan radang usus meningkat hampir lima persen untuk hari selanjutnya. Temuan ini dipublikasikan dalam The American Journal of Gastroenterology.
Kasus infeksi usus masih terjadi seminggu setelah musim panas berakhir. Para peneliti juga menemukan bahwa mereka yang dirawat inap jumlahnya naik sekitar tujuh persen setiap harinya selama musim panas berlangsung, demikian dilaporkan Reuters.
Namun, tak ada perubahan jumlah pasien yang berobat ke rumah sakit dengan kasus peradangan usus non infeksi kronis seperti kolitis atau celiac selama musim panas.
Seperti dilansir Newsmaxhealth, Senin (2/9/2013), sebelumnya ada studi yang menghubungkan maraknya radang usus dengan pola cuaca tapi memiliki kesimpulan yang bertentangan. Beberapa penelitian menunjukkan gejala radang usus memburuk selama musim dingin, studi lain menunjukkan sebaliknya.
"Bisa diketahui mengapa penyakit pencernaan bisa menyebabkan lebih banyak masalah selama musim panas," kata Frei. Para peneliti menunjukkan bahwa gelombang panas bisa mengubah pertumbuhan bakteri dan membuat tubuh stres yang memicu terjadinya masalah di pencernaan.
Penjelasan yang paling mungkin adalah adanya jeda sejak dimulainya musim panas dengan terjadinya masalah pencernaan seperti muntah dan diare. Menurut peneliti, bakteri membutuhkan waktu untuk tumbuh dan biasanya mereka tidak menimbulkan gejala dengan cepat.
"Ini merupakan studi baru yang bisa memeriksa variabel lingkungan yang unik. Tapi saya pikir banyak kesimpulan dari penelitian yang sangat spekulatif dan saya enggan untuk membenarkan bahwa perubahan iklim sebagai penyebab IBD," kata Dr Ashwin Ananthakrishnan yang mempelajari pengaruh lingkungan terhadap penyakit Crohn di Harvard Medical School di Boston.
Dalam emailnya kepada Reuters, Ashwin mengatakan hasil penelitian ini bisa dipengaruhi hilangnya informasi tentang sejarah IBD, pengobatan, kepatuhan, alasan datang ke rumah sakit, dan faktor lain seperti merokok dan penggunaan aspirin.
Keterbatasan lain yang juga disebutkan oleh penulis studi, kelompok pembanding mungkin termasuk orang dengan IBD rendah atau salah diagnosis. Ashwin menambahkan, agak sulit menganggap bahwa satu hari gelombang panas bisa mempengaruhi orang yang sakit dan memerlukan rawat inap.
"Saya akan lebih khawatir tentang interpretasi hasil mengingat keterbatasan yang signifikan dan memprihatinkan," pungkasnya.
(vit/vit)











































