Proyek encapsulation dimulai dengan menggali lubang sedalam 6 meter dengan luas 41 meter x 41 meter di sebuah lapangan sepak bola, persis di sebelah SD N Cinangka 02. Lokasi ini dipilih karena menjadi tempat bermain anak-anak dan dinilai paling memungkinkan terjadinya kontak dengan racun timbal (Pb).
"Juga karena lokasi tersebut merupakan salah satu titik yang paling tercemar Pb. Dulunya memang menjadi tempat pembuangan limbah," kata Ahmad Syafrudin, direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) yang menggagas proyek encapsulation limbah aki bekas bersama Blacksmith Institute dari Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pelapis paling bawah dibuat dari dari tanah liat (clay) setebal 0,5 meter. Dibandingkan lapisan beton yang rigid, sifat tanah liat yang elastis membuatnya lebih lebih aman dari keretakan jika terjadi gempa bumi.
Di atasnya, para relawan KPBB dengan dibantu para warga membentangkan HDPE (High Density Polyethylene) geomembran setebal 1,5 mm. Sepintas mirip plastik kresek, namun secara teknis memiliki struktur yang cukup kuat untuk menahan limbah agar tidak bocor hingga 500 tahun ke depan.
Selanjutnya, limbah yang ada di sekitar lokasi akan dimasukkan satu-persatu setelah dipisahkan secara manual dari sampah organik. kapsul akan ditimbun dengan lapisan yang sama dengan dasarnya lalu ditutup dengan tanah. Di atasnya akan ditanami rumput dan lokasi encapsulation akan kembali ke fungsi semula yakni lapangan sepakbola. Bedanya, lapangan yang baru sudah bersih dari cemaran racun Pb.
Penimbunan limbah perdana dilakukan langsung oleh Menteri Lingkungah Hidup, Prof Dr Balthasar Kambuaya, MBA pada 18 Desember 2013 yang lalu.
Syafrudin tidak menjamin limbah-limbah aki bekas akan terurai secara alamiah selama disimpan di dalam kapsul. Namun ia yakin, dalam beberapa tahun ke depan, sebelum kapsul tersebut rusak, akan ada teknologi untuk 'memanen' Pb dengan lebih aman dan efisien. Yang terpenting, untuk saat ini kontak antara warga dengan limbah yang mengandung Pb sudah bisa dicegah.
Dinilai Kurang Efektif
Metode encapsulation yang dilakukan Syafrudin memiliki beberapa kelemahan. Salah satunya, metode ini membutuhkan lahan yang cukup luas sehingga tidak mungkin dilakukan di daerah permukiman yang padat penduduk.
Padahal dari 71 titik pengumpulan dan peleburan aki bekas ilegal hasil investigasi KPBB di daerah Jabodetabek, tidak sedikit yang lokasinya ada di Kota Jakarta. Di antaranya adalah Manggarai di Jakarta Pusat dan Rawa Buaya di Jakarta Barat.
Di lokasi yang dikerjakan saat ini, encapsulation hanya bisa menampung limbah aki bekas sebanyak 3.200 meter kubik atau sekitar 10 persen dari seluruh limbah yang ada di Desa Cinangka. Untuk menampung lebih banyak limbah aki bekas lagi, KPBB berharap ada yang mendanai pembuatan 1 lubang lagi dengan kapasitas yang kurang lebih sama di sekitar lokasi encapsulation yang pertama.
Kelemahan berikutnya adalah tidak ada saluran untuk mengalirkan leachate atau air lindi dari dalam kapsul. Oleh karenanya, limbah aki bekas yang akan dimasukkan dalam kapsul harus dipisahkan secara manual dari sampah organik seperti akar pohon dan dedaunan agar tidak terjadi proses fermentasi. Proses tersebut menghasilkan air lindi serta gas-gas yang bisa membuat kapsul meledak.
Masalah pembentukan air lindi sebenarnya bisa diatasi dengan metode lain yang lebih maju yakni sanitary landfill seperti yang dipakai di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang. Berbeda dengan encapsulation, metode ini bisa mengkapsul jenis limbah apapun karena memiliki saluran air lindi dan bahkan bisa mengolahnya sebagai sumber energi. Tentunya, teknologinya lebih rumit dan biayanya juga jauh lebih mahal.
Mengenai metode encapsulation yang sedang dikerjakan di Desa Cinangka juga dikritik oleh pakar kesehatan lingkungan dari Universitas Indonesia, Dr R Budi Haryanto, SKM, MKes, MSc. Dipilihnya lokasi di lapangan sepakbola menurut Budi tidak efektif mengingat sehari-hari kontak dengan racun Pb lebih banyak terjadi di permukiman.
"Jika karena anak-anak banyak bermain di sana, dalam sehari anak-anak menghabiskan waktu berapa jam sih untuk bermain? Selebihnya mereka akan terpapar dari limbah yang ada di sekitar rumah yang juga sudah tercemar. Titik-titik yang memberikan pejanan paling lama, seharusnya itu yang dipotong terlebih dahulu," komentar Budi.
Menurutnya, langkah paling tepat adalah dengan membersihkan cemaran Pb yang ada di semua tempat termasuk di genteng dan halaman rumah penduduk. Jika ongkosnya dinilai terlalu mahal, maka pilihan lain yang bisa diterapkan di lokasi dengan cemaran Pb sangat tinggi seperti Desa Cinangka adalah dengan memindahkan seluruh warga ke lokasi permukiman yang baru.
Namun sebagai upaya penyadaran kepada warga setempat maupun pemerintah tentang bahaya Pb, Budi memberikan apresiasi pada KPBB dan Blacksmith Institute. Tanpa ada inisiatif dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) semacam KPBB dan Blacksmith Institute, masalah pencemaran Pb akan selamanya terabaikan.
"Sampai menteri (lingkungan hidup) mau datang itu kan bagus sekali, meskipun secara keilmuan harus saya katakan encapsulation yang sedang dikerjakan di Desa Cinangka tidak efektif," tandas Budi.
(up/vit)











































