Tak Hanya Bikin Patah Hati, Bertengkar dengan Pasangan Juga Lukai Jantung

Tak Hanya Bikin Patah Hati, Bertengkar dengan Pasangan Juga Lukai Jantung

- detikHealth
Senin, 10 Feb 2014 07:33 WIB
Tak Hanya Bikin Patah Hati, Bertengkar dengan Pasangan Juga Lukai Jantung
Ilustrasi (dok: Thinkstock)
Jakarta - Bertengkar dengan pasangan bisa jadi hal paling menyakitkan bagi setiap orang karena pasangan adalah belahan jiwa. Namun ternyata bukan hanya itu alasannya kita harus menghindarinya karena ini juga buruk bagi kesehatan jantung.

Sebuah studi yang dilakukan tim peneliti dari University of Utah, AS menemukan orang-orang yang mengatakan pasangannya tak selalu suportif dan terkadang menjengkelkan lebih berisiko mengalami kalsifikasi (pengapuran) arteri, daripada orang yang mengaku pasangannya selalu mendukung apapun yang ia lakukan.

Ini artinya pembuluh darah mereka bisa penyakitan dan pada akhirnya mendatangkan risiko kematian dini yang lebih besar pada orang yang mengalaminya.

"Ada riset berskala besar yang mengatakan hubungan yang kita jalin adalah alat prediksi tingkat kematian kita, utamanya dari penyakit kardiovaskular. Namun kebanyakan studi cenderung mengabaikan fakta bahwa banyak hubungan yang diwarnai dengan aspek positif maupun negatif atau ambivalensi," tutur Bert Uchino, pakar psikologi dari University of Utah.

Untuk itu Dr Uchino dan rekan-rekannya tertarik menggali bagaimana kompleksitas hubungan ini dapat memprediksi kesehatan kardiovaskular seseorang. Mereka kemudian meminta 136 pasangan dengan usia rata-rata 63 tahun untuk mengisi kuesioner.

Kuesioner ini digunakan untuk mengukur kualitas hubungan pernikahan mereka, sekaligus tinggi rendahnya support atau dukungan dari pasangan. Secara spesifik kuesioner itu mengindikasikan apakah pasangan cenderung bersikap suportif atau menjengkelkan di saat-saat mereka butuh dukungan, saran ataupun bantuan.

Ternyata hanya 30 persen partisipan yang mengaku pasangannya selalu memberikan dukungan positif, sedangkan sisanya atau 70 persen menganggap pasangan mereka ambivalen, kadang membantu dan kadang hanya mengganggu dan membuat mereka kesal.

Setelah kondisi pengapuran arteri koroner partisipan dicek dengan CT scan, peneliti pun menemukan tingkat pengapuran arteri partisipan nampak paling tinggi terlihat pada pasangan yang melihat belahan jiwanya seringkali bersikap ambivalen antara satu sama lain.

Akan tetapi bila hanya salah satu pihak saja yang merasakan hal ini, maka risikonya juga lebih sedikit. Yang pasti, efeknya tidak berbeda antara pria maupun wanita.

Namun peneliti mengaku tak tahu alasan di balik hal ini. Mereka hanya menduga ketika kedua pihak merasa pasangannya ambivalen, maka ini akan mengubah perilaku mereka terhadap satu sama lain.

"Mereka cenderung berinteraksi atau memproses informasi dari pasangannya dengan cara yang membuat mereka makin stres atau malah menekan potensi dukungan di dalam hubungan. Pada akhirnya ini akan mempengaruhi risiko penyakit kardiovaskular mereka," terang Dr Uchino seperti dikutip dari Daily Mail, Senin (10/2/2014).


(lil/vit)

Berita Terkait