Beberapa psikolog bahkan tertarik mengetahui, apa artinya jika seseorang tidak memiliki akun Facebook atau akun jejaring pertemanan lain. Tentu, jawaban paling umum ialah karena orang tersebut menganggp bahwa media sosial mendistraksi perhatian dari urusan yang lebih penting.
Namun, karena media sosial telah menjadi semacam norma baru dan begitu kental peranannya dalam dunia modern, beberapa ahli mengklaim bahwa tidak memiliki akun mungkin menandakan bahwa orang tersebut sosiopat yang tidak memiliki teman. Atau, skenario terburuk dan sangat kecil kemungkinannya, adalah seorang pembunuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebuah studi pada tahun 2011 menunjukkan bahwa remaja pengguna Facebook lebih sering menunjukkan kecenderungan narsisme, perilaku antisosial, dan agresi. Hasil studi lain Januari 2014 lalu menunjukkan, para pelaku narsisme berusia muda lebih suka beradu ajang di Twitter. Sedang mereka yang lebih tua lebih suka narsis melalui Facebook.
Studi lain di Universitas York menunjukkan hasil serupa. Para peneliti mengamati pengguna Facebook berusia 18 hingga 25 tahun dan memberi mereka tes kepribadian. Hasilnya didapat simpulan bahwa mereka yang sering melakukan promosi diri seperti mengunggah foto diri atau kata-kata yang menyanjung diri di Facebook cenderung mengembangkan narsisme atau insecure egos.
Sementara itu, orang berkepribadian tertutup atau introvert biasanya merasa lebih mudah menyebarkan informasi personal melalui internet dan blog. Demikian pula orang yang memiliki gangguan kecemasan. Mereka biasanya lebih mudah berbagi perasaan melalui dunia maya. Sebab dunia maya memberikan rute yang lebih aman untuk mendekati orang-orang yang secara pribadi bertentangan dengan diri sendiri.
Konklusi megenai hubungan media sosial dengan kepribadian semacam itu lebih sering ditemui pada pria. "Tidaklah mengherankan, laki-laki cenderung lebih pendiam daripada wanita menyoal pikiran dan perasaan," tulis Alexandra Sifferlin untuk TIME.
"Media sosial menciptakan surga bagi beberapa pria untuk mengekspresikan diri dalam dunia maya, dengan cara yang tidak mereka lakukan sebagai seorang pribadi, dan tidak pernah dilakukan sebelumnya," lanjutnya.
Saat pria mengirim pesan singkat, email, atau berkomunikasi melalui perangkat elektronik, mereka tidak merasa teralu terancam. Mereka juga lebih mudah berbagi pikiran atau perasaan. Mengapa demikian? Penyebabnya karena mereka tidak harus menghadapi reaksi langsung dari orang di hadapannya.
Media sosial memang dikaitkan dengan kecenderungan narsisis, atau kemampuan untuk membuka diri. Namun, ilmu psikologis kini mulai melihat kaitan antara sosial media dengan kepribadian sosiopat dan psikopat.
Salah satu contohnya adalah sebuah studi di Swedia yang dipublikasikan pada tahun 2013. Studi tersebut menganalisis status Facebook untuk mencari tahu apakah ada hubungan atara hal yang ditulis dengan kepribadian. Rupanya didapat simpulan bahwa orang berkepribadian psikopat lebih cenderung menguggah hal-hal negatif atau ganjil semisal pornografi, prostitusi, penjagalan, atau pemenggalan.
"Facebook berfungsi menghubungkan orang-orang, tetapi itu juga menciptakan kompetisi pasar dalam interaksi sosial," ungkap Sverker Sikstrom, profesor psikologi di Universitas Lund,.
"Kompetisi yang bertujuan untuk mencari perhatian itu bisa berujung memicu orang-orang untuk membuka sisi gelap mereka," tambah Sikstrom seperti dilansir Medical Daily dan ditulis pada Sabtu (1/3/2014).
Beberapa psikolog mengklaim bahwa tidak memiliki akun Facebook dianggap tidak normal.
Anda tidak memiliki akun Facebook? Tenang, klaim tersebut belum tentu sepenuhnya benar. Banyak orang yang enggan berkecimpung di dunia Facebook atau internet hanya karena tidak ingin membuang waktu untuk berselancar di dunia maya atau ber-Facebook ria. Mereka ingin memanfaatkan waktunya untuk melakukan hal yang lebih penting.
(vta/vta)











































