Pasien yang hanya diketahui berinisial SV itu pun sempat koma selama 40 hari, lalu memasuki fase vegetatif, kondisi di mana pasien dalam keadaan terjaga tapi tidak sadarkan diri, selama empat minggu. Namun bukannya membaik, setahun pasca kecelakaan kondisi SV malah memburuk.
Ia hanya bisa bergerak namun dengan tempo yang lambat. Untuk melakukan kegiatan harian seperti makan dan mandi, ia juga harus bergantung pada orang lain. Bahkan memasuki tahun kedua, pria asal Italia ini tak lagi bisa berkomunikasi, kendati hanya untuk menuruti permintaan sederhana seperti 'tutup matamu'.
Oleh dokter, pria ini dianggap memasuki fase 'aimless repetitive behaviours' karena mulai memperlihatkan perilaku seperti tepuk tangan sendiri, namun tak bisa merespons stimulus dari dokter maupun keluarganya. Tim dokter juga sudah mencoba berbagai obat untuk mengembalikan kemampuan bicaranya, tapi nihil.
Hingga suatu ketika SV dikirim untuk menjalani CT scan rutin. Setelah itu dokter memutuskan untuk memberinya obat anticemas biasa, midazolam, untuk menenangkannya.
Harusnya, setelah diberi midazolam, pasien akan merasa sedikit mengantuk. Namun tim dokter terkaget-kaget ketika mengetahui obat itu justru membuat SV 'terbangun' dan mulai mengajak tim medis, kemudian orang tuanya untuk mengobrol.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan tetapi dua jam kemudian, pria ini kembali ke kondisi setengah sadar, karena ternyata efek dari midazolam hanya berlangsung selama dua jam. Merasa mendapat pencerahan, tim dokter lantas mencoba memberinya midazolam lagi beberapa minggu kemudian. Kali ini mereka juga mencoba merekam perilaku SV serta mengamati perubahan otak lewat scan EEG.
Benar saja, SV kembali bicara dan berinteraksi dengan orang lain seperti tak pernah terjadi apa-apa. Ia juga bisa menyelesaikan sejumlah soal matematika dasar. Lalu ketika efek obatnya habis, ia lagi-lagi tak sadarkan diri.
Dari hasil rekaman EEG dipastikan, obat tersebut dapat memicu perubahan aktivitas pada dua bagian otak. Bagian otak pertama adalah bagian otak yang bertugas membantu kita merespons sesuatu yang membutuhkan perhatian, sedangkan bagian otak kedua bertanggung jawab terhadap kemampuan bicara dan memahami percakapan.
Seperti dikutip dari jurnal Restorative Neurology and Neuroscience, Kamis (18/12/2014), tim dokter mengklaim kejadian semacam ini baru pertama kali terjadi di dunia dan belum pernah tercatat di literatur kedokteran manapun.
Meskipun belum diketahui bagaimana mekanismenya hingga si pasien bisa 'terbangun' karena obat anti-cemas tadi, peneliti menduga SV terserang 'catatonia', sebuah kondisi yang mirip schizophrenia dan depresi, atau pasien tampak terjaga tapi tak merespons stimulus apapun. Peneliti semakin yakin karena umumnya penderita 'catatonia' juga dapat merespons obat benzodiazepine, yang masih satu famili dengan midazolam.
(lil/vit)











































