Minuman ringan bersoda atau berkarbonasi banyak dikaitkan dengan risiko kegemukan. Baru-baru ini, Badan Penelitian dan Pengambangan Kesehatan (Balitbangkes) mengungkap risiko lain dari minuman yang juga disebut soft drink tersebut.
Kepala Balitbangkes Prof Dr Tjandra Yoga Aditama mengatakan, minuman berkarbonasi dikonsumsi oleh 1,1 persen penduduk Indonesia. Konsumsi minuman tersebut mencapai 2,4 gram/orang/hari, lebih tinggi dibandingkan konsumsi alkohol yakni 1,9 gram/orang/hari, dan teh yakni 1,6 gram/orang/hari.
Dilihat dari usianya, minuman bersoda paling banyak dikonsumsi di kelompok usia 13-18 tahun yaikni 1,8 persen dari total kelompok umur. Di urutan berikutnya, berturut-turut adalah kelompok usia 5-12 tahun yakni 1,2 persen, serta 19-55 tahun yakni sebanyak 1,1 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemungkinan untuk menderita Penyakit Ginjal Kronis atau gagal Ginjal adalah sebesar 6,45 kali dibanding dengan orang yang tidak minum minuman berkarbonasi," tulis Prof Tjandra dalam rilisnya, seperti dikutip Minggu (11/1/2015).
Dikutip dari detikFinance, Direktorat Jenderal Bea Cukai tengah mengusulkan pengenaan cukai baru untuk beberapa produk baru di 2015. Termasuk di antaranya adalah cukai untuk Minuman Ringan Berkarbonasi dan Berpemanis (MRKP), pulsa, dan telepon seluler.
Sementara itu, riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) pada 2013 menunjukkan bahwa minuman bersoda paling banyak dikonsumsi masyarakat berpenghasilan Rp 1 juta/bulan. Penduduk pada kategori tersebut membelanjakan Rp 16.000/bulan untuk minuman bersoda.
(up/up)











































