Suatu ketika Dr Frank Hoffman, seorang dokter ahli ginekologi dari Duisburg, Jerman berpikir bahwa pemeriksaan payudara yang selama ini direkomendasikan selama tiga menit tidaklah cukup untuk mendeteksi adanya kanker atau benjolan pada jaringan payudara. Jangankan orang biasa, dokter saja tak bisa menemukan benjolan dalam waktu sesingkat itu.
Dari situ Dr Hoffman bertanya-tanya, mungkinkah tuna netra justru bisa melakukan pekerjaan yang lebih baik darinya? Pemikiran ini didasarkan pada pemahaman bahwa orang-orang yang dilatih membaca dengan huruf Braille atau tuna netra memiliki kepekaan yang tinggi pada indera perabanya.
Dan ia sudah membuktikannya. Dalam sebuah studi yang dilakukan Dr Hoffman bersama Essen University, hasil pemeriksaan payudara yang dilakukan pasien secara mandiri dibandingkan dengan hasil pemeriksaan dokter dan tuna netra. Hasilnya, wanita tuna netra dapat mendeteksi benjolan yang ukurannya lebih kecil.
"Si pasien dapat merasakan tumor yang besarnya 2 cm atau lebih, begitu juga dengan dokter, sekitar 1-2 cm, namun tuna netra dapat menemukan benjolan dengan besaran hingga 6-8 milimeter," ungkap Dr Hoffman, dikutip dari BBC, Selasa (24/2/2015).
Bagi Dr Hoffman, perbedaan itu sangat signifikan. Sebab ketika benjolan dengan besaran 1-2 cm ditemukan, bisa jadi kankernya telah menyebar ke sel-sel tubuh lain dan kondisi pasien mungkin sudah memburuk.
Baca juga: Mana Paling Efektif Deteksi Kanker Payudara: Mammografi atau 'Sadari'?
Berbekal pada temuan ini, Dr Hoffman kemudian mendirikan organisasi yang diberi nama Discovering Hands. Lewat organisasi ini, ia ingin menyelamatkan lebih banyak pasien kanker lewat deteksi dini.
Ia melibatkan sejumlah tuna netra yang mendapat pelatihan khusus agar bisa menjadi Medical Tactile Examiners (MTE). Dr Hoffman mengungkapkan hingga kini sudah ada 17 tuna netra yang berpraktik sebagai MTE di penjuru Jerman.
Saat diperiksa, pasien akan ditempeli semacam stiker yang telah ditandai dengan koordinat Braille di sekitaran payudaranya. Selanjutnya, si MTE akan meraba-raba stiker tersebut sampai ia menemukan benjolan yang mencurigakan. Barulah kemudian si pasien dirujuk ke dokter untuk melakukan tindakan lebih lanjut. Dalam satu kali pemeriksaan, MTE bisa menghabiskan waktu antara 30-45 menit.
Salah seorang pasien Dr Hoffman yang bernama Heike Gothe mengaku diuntungkan dengan metode ini. "Saya merasakan ada benjolan di payudara kanan saya. Dokter juga memastikan benjolan apa itu, namun yang tidak saya ketahui, di payudara kiri saya ternyata juga ada benjolan kecil sebesar 2 mm, yang tidak muncul lewat ultrasound atau mammogram, namun ditemukan oleh MTE," ungkapnya.
Berkat metode tersebut, Gothe bisa sembuh dari kanker setelah melewati beberapa kali kemoterapi dan radioterapi. Tak heran, sebagian besar klinik dan rumah sakit di Jerman serta Austria berbondong-bondong menggunakan metode ini. Bahkan sekitar enam perusahaan asuransi di Jerman juga berkenan menanggung biaya pemeriksaan dengan bantuan tuna netra ini.
Kendati demikian, Prof Gerd Gigerenzer, direktur Max Planck Institute for Human Development mengatakan metode untuk deteksi dini semacam ini kadang tidak diperlukan karena hanya akan mengarah pada tindakan operasi atau kemoterapi yang tak perlu.
"Masih harus ada studi yang bisa membuktikan bahwa teknik yang digunakan Discovering Hands benar-benar dapat mengurangi risiko kematian," katanya.
Dr Hoffman mengaku baru akan mempublikasikan laporan tentang efektivitas metode yang digunakannya ini dalam waktu dekat.
Baca juga: The Angelina Jolie Effect Tingkatkan Kewaspadaan Wanita Soal Kanker
(lil/up)