Stigma Negatif Kerap Halangi Pasien Gangguan Jiwa Telat Terima Terapi

Stigma Negatif Kerap Halangi Pasien Gangguan Jiwa Telat Terima Terapi

- detikHealth
Senin, 11 Mei 2015 18:03 WIB
Stigma Negatif Kerap Halangi Pasien Gangguan Jiwa Telat Terima Terapi
Illustrasi: Thinkstock
Jakarta - Seseorang yang mengalami masalah psikologis sampai mempengaruhi kehidupannya dapat dikatakan memiliki gangguan kejiwaan. Sayangnya banyak orang tak menyadari hal tersebut dan bahkan ada anggapan bahwa gangguan jiwa sama dengan gila.

Hal tersebut disayangkan oleh dr Desmiarti, SpKJ, dari Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Soeharto Heerdjan. Ia menjelaskan gangguan jiwa banyak ragam dan penyebabnya sehingga seseorang butuh pertolongan ahli.

Namun karena ada stigma negatif tersebut keluarga dikatakan dr sering enggan membawa anggotanya yang bermasalah ke rumah sakit jiwa. Pengobatan alternatif lebih menjadi pilihan untuk menyembuhkan gangguan psikologis tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Kisah Agung, Eks Pasien RSJ yang Jadi Cleaning Service dan Kini Sarjana

"Stigma ini sampai sekarang masih bisa kita rasakan, buktinya beberapa pasien jiwa itu dibawa sudah sangat terlambat ke sini. Mereka lebih suka bawa keluarganya ke alternatif atau menangguhkan pengobatan karena menganggap kalau sudah ke RS sakit jiwanya sudah sangat berat," papar dr Desmiarti ketika ditemui pada acara rehabilitasi rekreasi RSJ Soeharto Heerdjan, Grogol, Jakarta, Senin (11/5/2015).

Pemahaman masyarakat terhadap definisi gangguan jiwa bisa dianggap masih belum dalam. dr Desmiarti mengatakan bahkan terkadang tenaga kesehatan sendiri masih ada yang memberikan stigma 'gila' kepada pasien RSJ.

Pengaruh pandangan tersebut kepada pasien hanya akan memperparah kondisi kesehatan mentalnya. Beban pikiran jadi semakin bertambah dan kerabat pun enggan merujuk ke RSJ karena merasa itu adalah pantangan.

"Seharus mereka bisa dapat pertolongan lebih awal. Kalau bisa awal prognosis atau penyembuhan penyakitnya lebih baik," lanjut dr Desmiarti.

"Itu kembali ke masyarakatnya akan lebih cepat karena disfungsi atau kerusakan-kerusakan otaknya masih sedikit. Otomatis perilaku, fungsi, dan kognitifnya masih bekerja," pungkasnya.

Baca juga: Warga Rentan Stres, Menkes Tekankan Perlunya Klinik Psikologi di Puskesmas

(fds/vit)

Berita Terkait