Senyawa klorin yang ditemukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada beberapa produk pembalut dikhawatirkan menghasilkan racun dioksin. Tapi nyatanya WHO melaporkan sekitar 90 persen ekspos dioksin pada manusia terjadi lewat makanan.
Di alam dioksin banyak terbentuk akibat proses industri atau juga dari letusan gunung berapi dan kebakaran hutan. Ia bisa terbentuk dalam konsentrasi tinggi di beberapa tempat saja tapi sebetulnya tersebar di mana-mana secara global.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkadang beberapa area sedimen tanahnya tinggi dioksin sehingga hewan yang ada juga ikut terkontaminasi. Celakanya hewan-hewan tersebut dikonsumsi manusia sehari-hari.
"Dioksin bisa ditemukan di seluruh dunia dan mereka terakumulasi pada lemak hewan. Lebih dari 90 persen ekspos ke manusia terjadi lewat makanan terutama dari daging, produk susu, ikan, dan kerang-kerangan," tulis WHO seperti dikutip dari situs resminya pada Rabu (8/7/2015).
Pada tahun 2008 misalnya Irlandia menarik berton-ton daging babi dan sapi karena ditemukan kandungan dioksin 200 kali lebih tinggi dari batas normal. Setelah dicek sumbernya adalah pangan yang tercemar. Kasus serupa juga terjadi pada tahun 1999 di mana produk telur dan ayam dari Belgium terdeteksi tinggi dioksin.
Selain tugas pemerintah tiap negara untuk mengawasi keamanan pangan, WHO juga menyarankan tiap orang menjaga dietnya. Jangan gunakan satu sumber makanan dalam jangka waktu yang lama untuk menghindari risiko penumpukan zat berbahaya.
"Memangkas lemak dari daging dan mengonsumsi produk susu rendah lemak mungkin bisa mengurangi paparan senyawa dioksin. Diet seimbang juga bisa membantu paparan berlebih dari satu sumber," ujar WHO.
Baca juga: Banyak Disebut Terkait Pembalut Berbahaya, Apa Sih Klorin dan Dioksin?
(fds/vit)











































