"Unit Transfusi Darah (UTD) bukan untuk diagnostik apakah donor terinfeksi atau tidak. Dalam uji saring digunakan reagen yang sangat sensitif, mungkin ada hasil uji saring yang reaktif palsu," tutur Direktur Unit Transfusi Darah Pusat, Palang Merah Indonesia (PMI) dr Ria Syafitri EG, M.Biomed.
Menurut dr Ria, UTD hanya menapis atau menguji saring darah donor yang nantinya akan disumbangkan. Nah, untuk memastikan pendonor benar terinfeksi atau tidak, maka perlu dirujuk. Sayangnya, dari jumlah donasi 2,8 juta kantong darah di tahun 2014, darah yang initial reaktif hepatitis C sekitar 0,37%. Dari sekian banyak yang initial reaktif pun hanya 10-15% pendonor yang mau dirujuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Bagi yang Mau Langsing, Donor Darah Bisa Bakar 600 Kalori!
"Bisa saja itu virus yang mirip. Penyakit kayak virus rubella, obat tertentu juga ada yang mirip sama virus. Apalagi kan kita pakai reagen yang sangat sensitif sehingga yang mirip virus itu pun tertangkap," lanjut dr Ria.
Jika didukung fasilitas yang baik dan reagen memadai, ketika ada sampel darah yang initial reaktif maka bisa diperiksa ulang dengan 2 reagen yang sama. Jika salah satu hasil reaktif, kemungkinan pemeriksaan awal benar. Namun, jika kedua hasilnya negatif, kemungkinan besar pemeriksaan awal keliru.
"Meski begitu tetap kita rujuk supaya si pendonor ini dapat memastikan dirinya memang positif terinfeksi atau tidak," kata dr Ria.
Baca juga: Alergi Parah Gara-gara Donor Darahnya Makan Kacang
(rdn/vit)











































